Pengamat: Mengerikan jika ASN Digerakkan oleh Janji Uang atau Jabatan

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona (ANTARA/HO-Bernadus Tokan)

ftnews.co.id, Kupang— Pengamat politik yang juga pengajar ilmu komunikasi politik dan teori kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan netralitas ASN dalam Pemilu tidak bisa hanya dinilai dari unggahan foto bersama kontestan Pemilu.

“Larangan agar ASN tidak memasang foto bersama kontestan Pemilu merupakan penegasan tentang netralitas ASN. Hanya saja pertanyaannya adalah apakah netralitas itu hanya berkaitan dengan foto, atribut dan semua ornamen yang bisa divisualisasi?. Hal paling substansial adalah netralitas dalam arti yang sebenarnya,” kata Mikhael Bataona di Kupang.

Menurut dia, bukan sekadar slogan netralitas karena bisa saja mereka tidak unggah foto tetapi bermain kekuasaan untuk mengarahkan orang memilih pihak tertentu.

“Jadi, larangan ini menurut saya, bukan sesuatu yang akan menjamin netralitas ASN,” katanya sebagaimana dikutip dari Antaranews

Dia mengatakan, sebagai penyelenggara Pemilu, tugas Bawaslu dan KPU juga Kementerian Dalam Negeri yang membawahi para ASN agar netralitas itu dihayati dan dijalankan. Bukan sekadar imbauan belaka karena yang lebih mengerikan adalah ASN di setiap kota/kabupaten digerakkan oleh janji uang, jabatan dan kekuasaan untuk menjadi tim sukses seorang kontestan.

Dan ini yang selama ini terjadi dari Pemilu ke Pemilu dimana anak atau istri seorang bupati atau wali kota bisa menjadi anggota DPR atau DPR RI karena tim suksesnya adalah para ASN, katanya.

“Jadi yang harus benar-benar diawasi adalah relasi kuasa dan permainan kekuasaan, bukan sekedar unggahan foto atau postingan mendukung salah satu kontestan, sebab, kita bicara tentang politik praktis yang penuh dengan dramatirgi,” katanya.

Apalagi para pejabat di lingkungan Birokrasi sangat menguasai aturan. Ketika seorang kepala dinas misalnya, menjadi tim sukses bersama geng kepala dinas lainnya di sebuah kota/kabupaten untuk meloloskan seorang anak pejabat misalnya, maka mereka akan bermain dengan taktik dramaturgi ini.

Mereka akan menggerakkan para ASN lainnya yang menjadi tim mereka untuk bekerja lewat cara-cara yang terlihat seolah-seolah bersih dan taat aturan.

Padahal apa yang nampak di panggung depan itu hanya kamuflase karena di belakang panggung, mereka akan menggerakkan orang-orang atau masyarakat yang dibantu itu untuk memilih si A atau si B yang adalah anak pejabat, atau orang dekat Bupati, wali kota, dan lainnya.

“Jadi urusan foto itu menurut saya urusan periferial. Itu hanya sesuatu yang tidak substansial dalam permainan kekuasaan. Yang paling mengerikan adalah manuver-manuver para pejabat di lingkungan ASN untuk mendukung orang-orang tertentu. Inilah yang paling penting,” katanya.

Artinya, back stage atau panggung belakang para ASN yang harus diawasi, bukan panggung depannya,” kata Mikhael Bataona.***

 

 

Tutup