Mengapa Jokowi Berpaling dari PDIP? Ini Kata Pakar Analisis Politik

Diskusi Titik Temu Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) bersama Analis Politik Palmerah Syndicate, DR. Subhan SD (kiri) dan peneliti senior Ipsos Public Affairs, Arif Nurul Imam (kanan), Sabtu (4/11/2023)/foto: EKK

ftnews.co.id, Jakarta— Sulit menebak relasi antara Jokowi dengan PDI Perjuangan, karena sejak dulu tidak baik baik saja, bahkan sering panas dingin dan tarik ulur. Boleh jadi julukan Petugas Partai salah satu faktor yang membuat Jokowi tidak nyaman.

Banyak orang bertanya tanya, mengapa Presiden Joko Widodo “berpaling” dari PDI Perjuangan? Demikian disampaikan Analis Politik Palmerah Syndicate, DR. Subhan SD,dalam diskusi akhir pekan Titik Temu Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) dengan topik Antara Politik Dinasti dan Dinasti Politik di Jakarta, Sabtu (4/11).

Menurut Subhan, diksi yang sering digunakan Ketua Umum PDI Perjuangan, bahwa Jokowi petugas partai, memang, tidak netral, ada kesan lebih jelek. Bahkan di mata public, ada kesan rendah dan merendahkan. “Mengapa tidak menyebut dengan kader saja ?” tanya Subhan yang juga kolomnis dan mantan wartawan Harian Kompas.

Banyak orang bertanya-tanya atau menebak-nebak karena perseteruan antara Jokowi dengan partainya tidak muncul ke publik. Juga Jokowi tidak pernah bicara persoalanya dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

“Jokowi itu menganut politik Jawa yang tidak frontal. Baginya, jangan sampai masalah internal keluar dan mempengaruhi kenegaraan,” Subhan memberikan alasan.

Sementara itu, analis politik dan peneliti senior Ipsos Public Affairs, Arif Nurul Imam, menilai apa yang dilakukan Jokowi merupakan akumulasi dan mencapai klimaksnya di Pilpres 2024. Bisa dibilang pindah haluan politik.

Padahal menurut Arif, taruhan politik Jokowi besar sekali, saat memilih berpaling dari PDI Perjuangan dan terlibat politik dinasti. Padahal, menjadi pertanyaan, seberapa kuat Gibran bisa mengangkat dinasti keluarganya?

Pertanyaan yang juga muncul dari Arif, mengapa PDI Perjuangan belum memberikan sanksi apapun kepada Gibran Rakabumi Raka yang jelas-jelas sudah menjadi bakal calon presiden dari partai lain.

Hal berbeda diterapkan kepada Budiman Sujatmiko, yang hanya menyatakan dukungannya kepada bakal Capres dari partai lain, langsung dipecat.

Arif melihat, sikap PDI Perjuangan dalam kasus Gibran pun aneh, dan hingga kini belum jelas memberikan sikap politiknya.

“Sikap PDI Perjuangan belum menjatuhkan sanksi kapada Gibran, menurut saya, disebabkan ketakutan. Pemecatan itu bisa menimbulkan keributan, yang akan menguntungkan calon lainnya. Karena biasanya yang terzolimi, malah diuntungkan.”

“Untuk itu, DR Subhan mengingatkan kepada para pemilih untuk tetap rasional. Perang gagasan harus, jangan melihat anak siapa atau siapa di belakangnya. Karena pilihan anda, bisa merusak orang lain,” kata Subhan.

“Seharusnya, Gibran menunggu beberapa tahun lagi. Itu bisa membuat anggota masyarakat bersimpati. Saat itu Gibran sudah punya cukup pengalaman, dan mengikuti sistem meritokrasi dengan benar,” tutup Subhan SD.***

Tutup