ftnews.co.id, Jakarta — Pencopotan baliho pasangan Ganjar-Mahfud oleh aparat di sejumlah daerah, antara lain terjadi di Bali, Sumatera Utara dan Jawa Tengah menjadi sorotan pengamat Komunikasi Politik, Dr. Emrus Sihombing.
Karena itu, Komunikolog Indonesia itu sangat prihatin dengan kejadian yang memalukan di masa-masa Pemilu 2024. Sebab, sangat ironis hanya baliho pasangan Ganjar-Mahfud yang dicopot atau diturunkan.
“Kejadian itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena sangat ironi. Betapa tidak, kok hanya balihonya Ganjar-Mahfud. Anehnya lagi, kejadian tersebut saat Ganjar melakukan safari politik di tempat-tempat tersebut. Ada apa ini,” tanya Emrus saat dihubungi FTNews, Minggu (12/11/2023).
Emrus menilai fenomena tersebut jelas-jelas tanda-tanda ketidaknetralan aparat pemerintah. Apalagi, kalau membaca berita peristiwa itu dilakukan oleh aparat satpol PP setempat, yang nota bene termasuk alat-alat negara.
“Saya jadi prihatin dengan pencopotan baliho Ganjar-Mahfud. Dari sisi komunikasi politik jelas netralitas pemerintah diragukan. Masalahnya kan hanya baliho Ganjar-Mahfud. Mengapa baliho Capres-Cawapres lain ngga dicopot. Itu pertanyaan besar,” kata doktor Komunikasi Politik jebolan Universitas Padjadjaran (Unpad) itu.
Menurut hemat Emrus, kalau memang baliho tersebut dianggap melanggar aturan. Coba Satpol PP setempat seharus tidak sewenang-wenang melakukan pencopotan itu sepihak. Harus dipanggil pihak dari DPW partai pengusung Ganjar-Mahfud.
“Kalau dicopot sepihak, apalagi hanya baliho Ganjar-Mahfud jelas-jelas netralitas aparat pemerintah sangat diragukan. Sementara Presiden Joko Widodo sendiri dalam beberapa kesempatan secara tegas beliau tidak memihak kepada calon tertentu. Namun buktinya di lapangan tidak begitu,” jelas Emrus.
Karena itu, Founder Gogo Bangun Negeri itu menyarankan agar tidak menimbulkan kecurigaan, seharusnya Bawaslu, KPU, partai pengusung Paslon dan Satpol PP sebelum mencopot baliho Paslon, mereka mendatangi atau duduk bareng soal aturan pemasangan baliho atau baliho yang melanggar.
Jadi, lanjut Emrus, aparat tidak hanya eksekusi sendiri tanpa konsultasi dengan Bawaslu, KPU bahkan partai pengusung Paslon.
Apalagi, hanya satu paslon Ganjar-Mahfud yanga dicopot sementara baliho paslon Anies-Muhaimin atau Prabowo-Gibran tidak dicopot. “Kalau begitu, ada apa dengan baliho Ganjar-Mahfud. Hal ini yang mengundang kecurigaan banyak pihak,” tegas Emrus.
Senada dengan Emrus, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) lebih jeli mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara sebelum masa kampanye.
“Seharusnya Bawaslu lebih aktif dan jeli mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara. Sebab, sudah ada kecenderungan potensi pelanggaran bukan hanya di masa kampanye saja,” tegas Khairunnisa dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (11/11/2023).
Dia mengingatkan kendati masa kampanye baru akan dimulai tanggal 28 November 2023, tapi potensi penyalahgunaan kewenangan bisa sudah terjadi sebelum masa kampanye resmi dimulai.
Dia mengkritik alasan Bawaslu yang kerap berdalih bahwa peserta pemilu belum ditetapkan dan juga belum masuk masa kampanye sehingga tidak bisa dilakukan penindakan.***
Beranda Berita Terkini Dicopot Aparat, Ada Apa dengan Baliho Ganjar-Mahfud? Pengamat: Netralitas Pemerintah Dipertanyakan