Beranda Berita Terkini Hidayat Nur Wahid: Hentikan Polarisasi Wacana Dua Calon

Hidayat Nur Wahid: Hentikan Polarisasi Wacana Dua Calon

Hidayat Nur Wahid, Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS/foto: dok PKS

ftnews.co.id, Jakarta – Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, meminta semua pihak untuk menghentikan polarisasai wacana dua calon di Pilpres 2024.

Pria yang akrab disapa HNW itu mengkritisi kembali mencuatnya isu Pilpres 2024 akan hanya diikuti dua pasangan calon, sekaligus mengingatkan ketentuan UUD NRI 1945.

“Dalam UUD NRI 1945, terutama Pasal 6A ayat (4), justeru lebih akomodatif terhadap adanya lebih dari dua pasangan calon dalam Pilpres,” kata HNW, di Jakarta, Senin (25/9/2023).

Karena itu, HNW mengingatkan, sejatinya dihadirkan untuk merawat demokrasi konstitusional di Indonesia, serta menghindarkan pembelahan dan polarisasi di kalangan masyarakat akibat pemilihan presiden secara langsung dengan hanya dua kandidat saja.

“Selain itu, masyarakat semakin cerdas, maka banyak menuntut Mahkamah Konstitusi (MK) agar dikoreksi ketentuan Presidensial Threshold 20% karena bisa terjadinya polarisasi sebagaimana terjadi pada pilpres 2014 dan 2019 yang ditolak umumnya Rakyat Indonesia,” jelasnya.

HNW mengatakan, perlu untuk ditampilkan lebih dari dua opsi dalam pemilihan Presiden/wakil Presiden saat Pilpres 2024 nanti.

“Jadi, bila ada pihak yang memaksakan kehendak agar Pilpres 2024 diarahkan hanya diikuti dua pasangan calon, selain tidak menghormati hak rakyat untuk mendapat alternatif pilihan pemimpin yang terbaik, tapi juga dinilai tidak merawat prinsip demokrasi konstitusional,” katanya.

Bahkan, tegas politisi senior PKS itu, bisa dinilai ingin melanjutkan polarisasi dan pembelahan yang ditolak oleh mayoritas warga bangsa Indonesia, yang terjadi akibat pilpres hanya diikuti oleh dua kandidat.

HNW mengaku mendengar adanya sebagian pihak yang berusaha mendengungkan kembali Pilpres 2024 ini akan diikuti oleh hanya dua pasangan calon saja, dengan berbagai dalihnya.

“Salah satunya bahwa dengan adanya dua pasangan calon, maka pilpres bisa berbiaya lebih murah, karena bisa dilangsungkan hanya satu putaran,” katanya.

Namun, secara tegas, HNW membantah argumentasi yang tidak berdasar ini. Karena di era Reformasi inipun, Indonesia pernah dua kali menyelenggarakan Pemilihan Presiden yaitu pada tahun 2004 dan 2009, yang diikuti oleh lebih dari 3 pasang.

HNW menyebutkan, malah pada tahun 2004 Pilpres terselenggara hingga dua putaran, tetapi tidak ada masalah dengan APBN dan tidak terjadi polarisasi dan pembelahan apalagi yang terus dirawat dan diwariskan hingga Pemilu berikutnya.

“Demokrasi memang perlu ongkos, tapi kalau yang diinginkan adalah biaya termurah, maka kembali saja pada pola Pilpres pada zaman Orba, dimana Presiden dipilih oleh MPR. Hal yang tentu mereka tolak juga,” ujarnya.

Karenanya, menurut HNW, justru biayanya lebih besar untuk memperbaiki keterbelahan masyarakat akibat adanya polarisasi terkait Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 yang hanya menyediakan dua pasangan calon.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini