Beranda Berita Terkini Gimik Politik, Personal Branding Atau Politik Gagasan

Gimik Politik, Personal Branding Atau Politik Gagasan

Ilustrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang diikuti tiga peserta. ANTARA/Ilustrator/Kliwon

FTNews, Jakarta — Genderang kampanye tiga kontestan pemilu 2024 sudah dimulai. Mereka dan tim pemenangan nasional atau tim kampanye nasional (TPN/TKN) pun mulai mempromosikan program, kebijakan masa depan tatkala kelak menjadi presiden dan wakil presiden.

Sebetulnya, ada yang menarik menjelang masa kampanye dimulai yang menjadi pembicaraan publik atau viral di media sosial. Tentu saja, memicu berbagai tanggapan, bukan hanya dari rival politik, tapi juga pendukung, dan masyarakat luas, bahkan para pengamat politik atau komunikasi politik.

Apa gerangan yang dimaksud tersebut tidak lain Gimik Politik yang masing-masing dilakukan tiga paslon. Pasangan Prabowo-Gibran dengan Joget Gemoy, Anies-Muhaimin dengan Selepet Sarung, dan Ganjar-Mahfud dikenal dengan Salam 3 Jari, yang dinilai sebagian orang sebagai simbol perlawanan yang mirip ala adegan di Film The Hunger Games: Mockingjay Part 1.

Berbagai penilaian baik yang bersifat positif maupun negatif, termasuk cibiran bisa jadi sah-sah dan wajar-wajar saja dilontarkan rival politiknya atau para pendukungnya, termasuk di dalamnya partai koalisi terhadap gimik politik tersebut.

Tentu saja sepanjang kritikan tersebut membangun, tidak menjelek-jelekan sebagaimana di atur dalam koridor Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023.

Secara semiotika atau lambang nonverval yang dapat diartikan multitafsir. Gimik politik menurut pengamat politik salah satu bentuk komunikasi verbal untuk menyampaikan pesan tertentu sesuai dengan maksud kmunikator dalam hal ini tokoh politik.

Begitu juga dengan pesan yang disampaikan oleh tiga kontestan pilpres 2024, yang muncul baru kali pertama selama gelaran pemilu di tanah air.

Komunikasi profetik

Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, memberikan analisa mengenai Joget Gemoy ala Prabowo Subianto.
Joget Gemoy merupakan bentuk komunikasi profetik atau komunikasi dengan berbasis pada spirit nilai-nilai kenabian.

Toto menilai Prabowo semakin terlihat bukan sosok bukan politisi pendendam. Prabowo lebih banyak merangkul kepada siapa pun yang dianggap telah mengkhianatinya.

Prabowo justeru tampak lebih tulus berjuang. Dia tidak pernah menyerang. Saat diserang, dia lebih memilih diam ketimbang melayani serangan, termasuk fitnah. Dari sisi ini, Toto melihat, Prabowo itu sebenarnya sedang mengamalkan jurus komunikasi profetik.

Melalui joget Gemoy ini, Prabowo ingin memberi pesan bahwa dirinya tak terlalu memperdulikan berbagai serangan yang dialamatkan kepada dirinya. Mulai dari yang bersifat mencaci, menghina dan bahkan memfitnahnya.

“Ini kan jelas pesan moral para nabi kepada umatnya agar kita selalu sabar, kuat dan tahan menghadapi berbagai bentuk serangan seperti tadi. Termasuk, dalam kontek pertarungan politik,” kata Toto.

Jadi tidak berlebihan, jika Joget Gemoy ini semakin dikenal maka berpotensi mendongkrak selain popularitas, tapi juga elektabilitas Prabowo.

Apalagi, istilah Joget Gemoy Prabowo ini muncul pertama kali disuarakan anak-anak muda. Karena itu, efek positifnya sangat potensial punya tempat di segmen anak muda, khususnya anak muda berkategori Gen Z yang jumlahnya semakin besar.

Mantan Bupati Purwakarta dan anggota Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi yang dikenal seniman Jawa Barat dengan cerdas mempopulerkan pasangan Prabowo-Gibran. Apalagi, ada pesan moral yang sangat kuat tentang politik riang gembira dengan tidak mengumbar cacian, hinaan dan fitnah.

“Inilah yang membedakan Prabowo hari ini dengan Prabowo dulu, tepatnya pada Pilpres 2019 lalu. Seperti yang terpotret di survei LSI Denny JA, secara karakter personal, Prabowo hari ini dipersepsi sebagai figur strong leader,” ungkapnya.

Itulah yang membedakannya dengan Prabowo dulu, saat ini sudah mulai dipersepsi plus, yaitu selain strong leader, juga figur yang semakin humanis. Salah satunya terlihat dari sikapnya yang tak mudah terpancing, tak lagi emosional dan lebih sering bercanda.

Pondok pesantren

Juru bicara TPN Anies-Muhaimin, Surya Tjandra menyebut gimik Selepet Sarung salah satu bentuk komunikasi dan pesan yang akan disampaikan tak lain sarung itu identik dengan pesantren atau santri. Paslon Anies-Muhaimin sangat concern kepada pondok pesantren ke depan, seperti ditayangkan dalam talk show Political Show, Senin (27/11/2023) malam.

Sementara soal Salam 3 Jari, juru bicara TPN Ganjar-Mahfud, Deddy Sitorus menampik kalau Salam 3 Jari itu bukan gimik melainkan simbol yang artinya Taat pada Tuhan, patuh pada hukum, dan setia pada rakyat.

Salam tiga jari ini ditunjukan Ganjar lewat akun Twitternya, @ganjarpranowo yang memperlihatkan dirinya berdiri di tengah-tengah para pendukung yang mengelilinginya dan memakai kemeja hitam. Para pendukungnya kompak mengenakan baju hitam sambil mengacungkan tiga jari, telunjuk jari tengah dan jari manis.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr. Emrus Sihombing mengatakan, apa yang dilakukan Prabowo dan Anies memang sebagai gimik politik.

Dalam terminologi komunikasi penggunaan lambang, simbol-simbol verbal dan nonverbal bisa dimaknai sesuai dengan pelakunya atau masyarakat yang menilainya.

“Sementara Salam 3 Jari-nya Ganjar saya setuju kalau itu simbol sebuah perlawanan terhadap pemerintahan yang tidak demokratis. Contohnya saja, ketika Gibran lolos dari Mahkamah Konstitusi yang akhirnya menjadi calon wakil presiden. Itu sudah menyalahi etika, moral dan kepatutan,” tegasnya.

Masih menurut Emrus, gimik yang dibangun Prabowo sebenarnya untuk mengaburkan perhatian orang dari Prabowo sebagai seorang yang tegas menjadi seorang yang humanis.

Tentu terlepas dari praduga sebagai pencitraan, Emrus menyebut bagaimana pun publik bisa menilainya maksud dari gimik atau Joget Gemoy tersebut.

“Memang Prabowo ingin membangun kesan sebagai seorang yang tegas berubah menjadi seorang humanis. Di satu sisi, gimik politik yang dibangun Prabowo tak bisa jadi sebagai personal branding baru. Sementara di saat masa kampanye ini publik ingin tahu gagasan seperti yang ditawarkan tiga kontestan pilpres tersebut,” pungkasnya.

Terlepas dari gimik politik atau personal branding, sebenarnya di saat masa kampanye yang baru dimulai hari ini, Selasa (28/11/2023 publik ingin lebih mendapat pencerahan mengenai program-program atau kebijakan-kebijakan di masa depan bagi rakyat yang ditawarkan para kontestasi Pilpres 2024.

Dengan demikian, masyarakat dapat menilai program-program atau kebijakan-kebijakan mana saja yang benar-benar prorakyat, membumi, bisa direalisasikan, dan masyarakat dapat menikmati atau mendapat manfaat apa tiga paslon tawarkan.

Itu sebenarnya yang sangat penting, sehingga rakyat bisa menentukan pilihannya dari tiga paslon itu, mana yang tepat dan bisa melaksanakan janji-janji kampanye untuk kesejahteraan rakyat. Intinya, rakyat ingin pemerintahan baru di 2024 nanti bisa membuat rakyat sejahtera, bukan janji-janji manis semata.*

 

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini