Berita Terkini

Anis Matta: Ini Alasan Gibran Dipilih sebagai Cawapres Prabowo

Published

on

ftnews.co.id, Jakarta — Delapan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) secara aklamasi sepakat memilih Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi capres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Namun apa pertimbangan para elite partai pengusung capres dan cawapres dari KIM? Berikut pernyataan Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) Anis Matta.

Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menjelaskan secara panjang lebar alasan Partai Gelora dan partai politik (parpol) KIM lainnya mendukung Wali Kota Solo itu sebagai cawapres Prabowo Subianto di 2024.

“Jadi dalam empat tahun terakhir ini peristiwa politik yang paling penting adalah penyatuan Pak Prabowo (Prabowo Subianto) dengan Pak Jokowi (Joko Widodo). Saya menganggap itu tambahan nilai baru dalam kualitas leader mereka berdua,” kata Anis Matta dalam keterangan yang dikuti FTNews, Senin (23/10/2023).

Menurut Anis Matta, Prabowo telah melawan dirinya sendiri ketika menerima ajakan rekonsiliasi dan masuk kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) di periode kedua. Padahal Prabowo dua kali kalah Pilpres di 2014 dan 2019 melawan Jokowi.

“Saya menganggap itu, adalah satu peristiwa psikologi leadership yang luar biasa di mana beliau berhasil melawan dirinya sendiri. Saya ini sudah mendukung Pak Prabowo dari 2014, 2019 dan sekarang. Saya melihat ada yang beda dari Pak Prabowo sekarang, yaitu itu punya kebesaran jiwa dan kerendahan hati,” katanya.

Anis Matta juga menilai Jokowi memiliki kebesaran jiwa dan kerendahan hati ketika mau menerima lawan politiknya, Prabowo Subianto masuk dalam kabinet.

“Jadi Pak Jokowi ini juga punya satu kebesaran jiwa dan kerendahan hati, dimana beliau sudah bertarung berdarah-darah dengan Pak Prabowo. Tapi demi kepentingan bangsa, mau menyatu, karena tidak ingin melibat bangsanya terbelah,” ujarnya.

Ketika itu, tepatnya pada 6 Oktober 2019, Anis Matta mengaku menemui Presiden Jokowi untuk menawarkan rekonsiliasi dengan mengajak masuk Prabowo dalam kabinet, karena dunia bakal dilanda krisis besar, sehingga dibutuhkan persatuan, serta tidak ada pembelahan di elite dan masyarakat.

“Usulan tersebut diterima Pak Jokowi, beliau ingin ada rekonsiliasi yang bisa menyatukan bangsa. Begitu dilantik di periode kedua, tak begitu lama terjadi wabah Covid-19 di seluruh dunia, termasuk di Indonesia,” jelas Anis.

Coba bayangkan apabila bangsa masih terbelah, kata Ketua Umum Partai Gelora itu, beliau berdua tidak bisa menyatu, apakah bisa kita menghadapi krisis, yang diperparah dampak perang Rusia-Ukraina ini.

Dalam konteks ini, lanjut Anis Matta, rekonsiliasi harus tetap dilanjutkan, karena krisis besar saat ini belum selesai dan sedang menuju puncak-puncaknya, apalagi sekarang ada tambahan perang lagi antara Hamas, Palestina-Israel.

“Jadi dalam konteks Pilpres 2024, perwujudan dari Pak Jokowi ini adalah Gibran (Gibran Rakabuming Raka). Sebab, tidak ada calon-calon yang diusulkan merupakan kelanjutan dari nilai-niai rekonsiliasi, kecuali Gibran,” ujarnya.

Anis Matta menegaskan, tantangan terbesar ke depan adalah ancaman perang dan konflik gepolitik global, krisis ekonomi, bencana alam, perubahan iklim dan ancaman disintegrasi bangsa lainnya.

“Itulah di antara alasan kenapa kita mendukung Pak Prabowo, karena tantangan negara besar seperti Indonesia juga sangat besar. Pak Prabowo ini dianggap sebagai tokoh pemersatu bangsa dalam konteks rekonsiliasi. Bukan lagi mewakili politik aliran, tetapi sudah politik populasi,” katanya.

Anis menambahkan, dengan mendukung Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo tersebut, upaya rekonsiliasi dengan Jokowi dapat tetap berlanjut, sehingga sebenarnya tidak ada kaitannya dengan politik dinasti.

“Jadi mengapa Gibran? Rekonsiliasi itu alasan pertama, alasan keduanya adalah mendapatkan tambahan kekuatan elektoral di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Alasan ketiga adalah perpaduan antara generasi tua dan muda,” paparnya.***

Tidak Relevan

Anis Matta menjelaskan, tuduhan melanggengkan politik dinasti kepada Presiden Jokowi dengan mendukung Gibran sebagai cawapres Prabowo, tidak ada relevansinya. Sebab, dalam sistem demokrasi, jabatan yang dipilih rakyat tidak mengenal politik dinasti.

“Coba kita lihat di negara juaranya demokrasi, Amerika Serikat seperti George Bush dan Bush Jr, apakah itu bentuk politik dinasti. Bapaknya yang duluan presiden, lalu anaknnya. Anaknya dua periode, bapaknya hanya satu periode,” ujar Anis.

Di samping itu, katanya, lihat Bill Clinton sebagai mantan presiden mendukung istrinya, Hillari Clinton sebagai presiden, apakah itu disebut politik dinasti.

Artinya, dalam sistem demokrasi itu, semua pilihan diserahkan kepada rakyat, apakah yang bersangkutan dipilih atau tidak. Politik dinasti itu terjadi jika jabatan tersebut ditunjuk, bukan melalui proses pemilihan dengan sistem demokrasi.***

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version