Temuan NSN: Gerindra Berpeluang Jadi Pemenang Pileg 2024
FTNews, Jakarta— Partai Gerindra berpeluang muncul sebagai pemenang Pemilu Legislatif mengalahkan PDI Perjuangan yang sudah dua kali berturut-turut menjadi pemenang Pemilu. Berdasarkan temuan survei Nusantara Strategic Network (NSN) Gerindra meraih elektabilitas 18,8 persen, sementara PDI Perjuangan di tempat kedua dengan 16,3 persen.
Gerindra tercatat menyalip PDIP sejak survei pada bulan November 2023 lalu, menggeser PDIP yang sebelumnya masih unggul.
Pada survei bulan Oktober 2023 elektabilitas PDIP mencapai 17,5 persen, sedangkan Gerindra masih 15,4 persen. PDIP mengalami penurunan menjadi 17,2 persen pada November 2023, sebaliknya Gerindra naik menjadi 17,6 persen. Kini posisinya berbalik, Gerindra unggul dan disusul PDIP.
“PDIP melorot ke peringkat kedua, tersalip oleh Gerindra yang bersama PSI mengalami kenaikan elektabilitas yang cukup signifikan,” kata Direktur Program NSN Huslidar Riandi sebagaimana dikutip dari siaran pers NSN.
Penyebab Pamor PDIP Memudar
Menurut Riandi, pudarnya pamor PDIP terkait erat dengan perpecahan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dalam menyikapi gelaran Pilpres 2024.
Sebelumnya PDIP adalah partai pengusung Jokowi hingga menang dua kali Pemilu, yaitu pada 2014 dan 2019.
Kemenangan PDIP yang paling spektakuler tercapai pada Pemilu pertama pascareformasi (1999), yang mencapai lebih dari 30 persen. Berikutnya pemenang Pemilu berganti-ganti, yaitu Golkar (2004) dan Demokrat (2009).
Keputusan PDIP mengusung Jokowi alih-alih Megawati pada Pilpres 2014, mengerek peringkat partai berlambang kepala banteng itu dari posisi tiga besar menjadi pemenang Pemilu.
PDIP berhasil mempertahankan posisi pada 2019 sekaligus memecahkan rekor, menang berturut-turut.
“Kini tampaknya tekad PDIP untuk bisa mencetak hattrick atau menang ketiga kalinya pada Pemilu 2024 bakal kandas,” tandas Riandi.
Posisi PDIP terancam oleh Gerindra, di mana kedua partai tersebut mengalami hubungan pasang-surut dalam beberapa kali Pemilu.
PDIP dan Gerindra pernah sama-sama menjadi oposisi selama dua periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PDIP dan Gerindra pula yang menaikkan karier politik Jokowi dari Solo ke panggung ibukota, melalui Pilkada DKI Jakarta pada 2012 silam.
Koalisi keduanya pecah ketika Jokowi yang diusung PDIP berhadapan dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto pada Pilpres 2014. Rivalitas keduanya terulang lagi pada 2019, hingga kemudian Jokowi menawarkan rekonsiliasi dan mengajak Prabowo bergabung ke dalam pemerintahan.
PDIP-Gerindra Retak
Setelah sama-sama berada di dalam pemerintahan, kini hubungan antara PDIP dan Gerindra kembali mengalami keretakan. Masing-masing mengusung pasangan Capres-Cawapres, di mana Jokowi yang merupakan tokoh PDIP lebih mendukung Prabowo ketimbang Ganjar Pranowo.
Dukungan Jokowi terhadap Prabowo memberikan insentif elektoral bagi Gerindra, dan sebaliknya menurunkan elektabilitas PDIP.
“Terjadi migrasi pemilih Jokowi dengan kecenderungan untuk mengalihkan suaranya kepada Gerindra, sehingga elektabilitasnya naik signifikan,” jelas Riandi.
Pada Pemilu 2014 dan 2019, perolehan suara Gerindra hanya berkisar 13 persen, tetapi sekarang berpeluang naik mendekati 20 persen. Sementara PDIP yang sebelumnya stabil pada kisaran 19 persen bisa jadi merosot, kembali pada perolehan suara pada Pemilu 2009 yang hanya 14 persen.***