Sidang MK: Pemohon Minta Presiden Kampanye Pemilu hanya sebagai Petahana
FTNews, Jakarta— Para Pemohon pengujian materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait ketentuan yang mengatur hak Presiden dan Wakil Presiden melaksanakan kampanye pemilu sebagaimana diatur Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu memperbaiki permohonannya.
Dilansir mkri, dalam petitum permohonan, para Pemohon Perkara Nomor 55/PUU-XXII/2024 ini menegaskan agar ketentuan dimaksud dimaknai Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa presiden dan/atau wakil presiden harus berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.
“Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye dengan syarat berstatus petahana dan berkampanye untuk dirinya sendiri,” ujar Risard Nur Fiqral (Pemohon) di hadapan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra serta Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta Pusat.
Dalam petitum permohonan para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan ketentuan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:
Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu: “Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
Menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan Presiden dan/atau Wakil Presiden harus berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.”
Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu: “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye dengan syarat berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.”
Permasalahan presiden dan/atau wakil presiden berkampanye menimbulkan keresahan seperti yang terjadi di Pemilu 2024 bahkan menjadi berbagai polemik yang alot, serius, dan menjadi isu penting dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK.
Para Pemohon berharap apabila permohonan ini dikabulkan permasalahan dimaksud tidak terjadi lagi di pemilu-pemilu berikutnya.
Menurut para Pemohon, sangat tidak etis dan patut jika presiden dan/atau wakil presiden terlibat dalam kampanye pemilu dan/atau mendukung pasangan calon presiden dan/atau calon wakil presiden lain pada agenda-agenda kepemiluan.
Sebab, hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang berkeadilan dan persamaan di hadapan hukum bagi kompetitor lainnya di pemilihan presiden padahal kepastian hukum yang adil dan persamaan di hadapan hukum merupakan perintah konstitusi.
Sebagai informasi, perkara pengujian materiil UU Pemilu diajukan oleh La Ode Nofal S. H (Pemohon I), Arimansa Eko Putra S. H (Pemohon II), La Ode Arukun S. Si (Pemohon III), serta Risard Nur Fiqral S. H (Pemohon IV). Para Pemohon mempersoalkan ketentuan yang mengatur hak Presiden dan Wakil Presiden melaksanakan kampanye pemilu sebagaimana diatur Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu.***

