Mengumbar Tudingan, Mengabaikan Etika Politik

Hasto Kristiyanto/foto: instagram sekjenpdiperjuangan

FTNews, Jakarta — Indonesia tengah menghadapi pemilihan umum (pemilu) baik pemilihan presiden dan wakil presiden maupun calon anggota legislatif, baik DPR RI, DPRD maupun calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Seiring dengan itu, Indonesia juga melaksanakan pilkada (pemilihan kepala daerah), gubernur (provinsi) maupun walikota/bupati (kota/kabupaten). Tahun 2024 ini kali pertama pemilu dilaksanaan secara serentak.

Pemilu 2024, diawali dengan pemilihan presiden (Pilpres) yang rencananya kalau hanya satu putaran akan dilakukan pada 14 Februari 2024. Sedangkan kalau terjadi dua putaran, pemungutan suara akan dilaksanakan pada 26 Juni.

Pemilu salah satu bentuk pesta demokrasi. Saat ini Indonesia tengah memasuki masa kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang sudah dimulai sejak 28 November 2023 dan berakhir pada 10 Februari 2024.

Berbagai komentar, pendapat dan tudingan, hujatan silih berganti muncul di media masa. Dari orang yang paham politik, hingga orang yang tidak paham politik, kini menjadi ikut-ikutan karena terpengaruhnya dengan aroma politik yang makin memanas suhu politik di ruang publik.

Fenomena inilah yang sering disebut orang sebagai ‘euforia! Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ‘euforia’ berarti perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan. Perasaan gembira yang berlebihan yang sifatnya sementara.

Disadari atau tidak, euforia politik ini seringkali kebablasan. Komentar, pendapat, tudingan pedas terhadap rival politiknya sangat nyinyir dan tidak masuk akal.

Sikap saling tuding, saling serang pun tak terelakan lagi, bahkan tidak hanya mengumbar tudingan tak berdasar, bahkan seringkali mengabaikan etika politik yang berlaku.

Saat ini di media massa saling serang, bahkan ada partai politik selalu menyerang paslon capres-cawapres tertentu. Bahkan, ada satu paslon atau tim sukses atau tim pemenangan nasional (TPN) yang selalu menuding paslon tertentu, tapi ditanggapi dingin oleh tim kampanye nasional (TKN) tidak ingin menanggapi meski selalu diserang.

Serang paslon lain

Celakanya lagi, tim sukses atau TPN yang menyerang paslon tertentu sudah masuk ke ranah hukum karena menyerang secara individu, yang sebenarnya bisa terkena pasar Undang-Undang Pemilu.
Setidaknya, komentar-komentarnya sudah diluar etika moral politik. Yang sangat disayangkan politisi tersebut tercatat sebagai pimpinan partai besar. Padahal, sudah sangat gamblang dan terang benderang beberapa waktu lalu tiga paslon capres-cawapres mendeklarasikan pemilu damai, jujur dan santun.

Hal ini tentu tidak saja hanya berlaku bagi tiga paslon capres-cawapres semata, tapi berlaku bagi semua tim sukses atau pendukung atau pengurus atau anggota TPN dari partai atau koalisi.

Sangat disayangkan sebagai politisi senior harus mengumbar hujatan yang tidak mendasar menyerang rival politiknya. Sangat disayangkan jika komentar yang dilontarkan seakan membabi buta hanya mengotorkan buah pikiran dari akal sehatnya.

Apakah ini yang dimaksudkan dengan ketidakdewasaan politisi Indonesia atau rendahnya etika moral politisi tersebut. Yang jelas, publik yang akan menilai dan menghakimi politisi tersebut.

Atau bisa juga termasuk dalam penilaian sejumlah pengamat politik sebagai politisi yang disebutnya kebakaran jenggot atau frustrasi karena kelompoknya kalah sebelum perang usai?

Sebab, elektabilitas jagoannya dari hasil sejumlah lembaga survei selalu mendapat angka jeblok? Marah, kesal atau panas terhadap lembaga survei.

Bahkan, dalam sejumlah tayangan talk show politik yng digelar beberapa televisi nasional, ada sejumlah TPN menyerang TPN tau TKN, bahkan narasumber dari sebuah lembaga survei.

Nah, inilah lagi-lagi para pakar politik atau komunikasi politik yang menyebutnya bisa jadi TPN atau TKN yang kurang dewasa berpolitik sehingga mengabaikan sopan santun dan etika moral berpolitik. Sebab, dalam politik pasti ada yang menang ada yang kalah. Praktis seperti sebuah pertandingan.

Dalam sebuah pertandingan kalah menang itu hal yang wajar, tapi sportivitas tetap harus dan wajib dijunjung tinggi. Disitulah harga martabat seseorang pamain atau atlet. Analoginya, begitu seharusnya di dunia politik.

Bagaimana pun publik yang dapat menilai kompetensi atau kepiawaian bahkan kedewasaan berpolitik seorang politisi Indonesia dapat dilihat dari pernyataan atau komentarnya. Nah, di masa kampanye pemilu, khususnya pilpres seperti sekarang ini mereka ‘diuji nyalinya’ bisakah mulutnya yang jika kita memimjam pepatah ‘Mulutmu Hariamau mu’.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyinggung soal ciri-ciri pemimpin yang melupakan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dia lontarkan tepat di Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh pada hari ini, Minggu (10/12/2023) dalam safari politik dan konsolidasi pemenangan di DPC PDIP, Pandeglang, Banten, Minggu.

“Seorang pemimpin yang melupakan nilai-nilai kemanusiaan ini apa ciri-cirinya? Penculikan, pelanggaran HAM, menculik aktivis. Itu pemimpin yang tidak punya nilai-nilai kemanusiaan,” kata Hasto.

Kendati menyampaikan ciri-ciri di atas, Hasto tak menyebut secara gamblang pemimpin yang dia maksud. Menurut dia, Presiden RI ke-1 Sukarno merupakan contoh sosok pemimpin yang berupaya memegang teguh nilai kemanusiaan.

Pada bagian lain Hasto juga menyinggung alasan kenapa calon presiden (capres) nomor urut dua Prabowo Subianto tidak bisa melakukan blusukan sebagaimana yang kerap dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, kata dia Prabowo bukan kader PDIP.

“Jadi mengapa Pak Prabowo tidak bisa blusukan? Karena Prabowo bukan dari PDI Perjuangan, Prabowo bukan Jokowi sehingga tidak bisa melakukan blusukan,” kata Hasto.

Blusukan bukan milik PDIP

Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid tanggapi tudingan dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto soal Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto tak bisa melakukan blusukan, karena bukan kader PDI Perjuangan.

“Pak Prabowo ini juga ahli blusukan, datang ke pasar, kemudian datang ke bencana, kemudian terbang ke mana-mana. Begitu juga dengan pendampingnya Gibran Rakabuming Raka,” tegas Nusron kepada wartawan di Media Center TPN Prabowo-Gibran, Senin (11/12/2023).

Nusron juga keberatan bila blusukan dianggap milik PDI Perjuangan. Dia menerangkan, kata blusukan sudah jelas masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sehingga, apabila blusukan diklaim sepihak menjadi milik PDI Perjuangan maka singkatan KBBI juga mesti diubah.

“Kalau blusukan itu punya PDI Perjuangan itu tidak ada dalam kamus besar bahasa indonesia. Berarti kalau mengistilahkan blusukan punya PDIP maka singkatan KBBI berubah menjadi Kamus Besar Banteng Indonesia,” ujar Nusron.

Menanggapai hal itu, calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto meminta para pendukungnya agar fokus kerja keras memenangkan Pemilu 2024.

Prabowo juga mengingatkan pendukungnya untuk tidak mempedulikan pernyataan elite politik yang tukang nyinyir.

“Tinggal 65 hari lagi kita harus kerja keras turun ke rakyat jangan terkecoh dengan beberapa orang di elite yang bekerja hanya mau nyinyir saja,” kata Prabowo di acara ‘Waktunya Indonesia Maju’ di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Minggu (10/12/2023).

Pada kesempatan itu, Ketua Umum Partai Gerindra itu menyinggung ada elit politik yang menyindir hanya joget-joget, tidak punya gagasan.

“Saya punya gagasan hebat. Katanya capres harus punya ide bagus tidak boleh joget-joget? Kita punya ide yang hebat, kita punya strategi yang hebat, kita punya peta ke depan luar biasa,” tegas Prabowo.

Prabowo yakin gagasannya yang dibawanya akan membuat negara hebat. Siapapun pakarnya dan punya akal sehat bisa melihat gagasan hebat tersebut.

“Saya yakin pakar manapun yang punya akal sehat dan kebersihan hati akan melihat bahwa gagasannya KIM akan membuat negara yang hebat,” tegasnya.

Bawaslu diuji

Bagi Bawaslu sebagai lembaga negara yang bertugas mengawasi jalannya pemilu, termasuk di dalamnya mengatur tata cara kampanye dan tim kampanye sudah tentu memiliki aturan tertentu yang melarang tim sukses paslon capres-cawapres untuk tidak menyerang rival politik lain.

Bagi tim sukses atau tim pemenangan nasional (TPN) maupun tim kampanye nasional (TKN) agar tidak menyerang atau menjelek-jelekan rival paslon lain. Lalu bagaimana sanksi yang dapat dikenakan kepada mereka yang black campaign, seharusnya Bawaslu memberikan sanksi kepada TPN atau TKN, tapi justeru memberikansanksi kepada pengurus atau koalisi bahka n partainya didiskualifikasi.

Semoga mulai hari ini tidak ada lagi politisi atau TPN/TKN tidak ada lagi yang memberikan tudingan nyinyir atau keji bahkan melanggar etika berpolitik, seperti yang terjadi selama ini. Semoga demokrasi di negeri ini mengembangkan demokrasi politik yang baik bagi pendidikan politik generasi milenial.*


Warning: Undefined variable $args in /www/wwwroot/pemilunesia.com/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-related.php on line 47
Tutup