Beranda Berita Terkini Menghitung Stabilitas Pemerintahan Pasca Jokowi

Menghitung Stabilitas Pemerintahan Pasca Jokowi

Istana Negara

Ftnews.co.id, Jakarta – Siapa pun yang menjadi presiden periode 2024-2029 akan menghadapi tantangan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dari tiga pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden yang bertarung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, tampaknya tidak menghasilkan dukungan mayoritas di parlemen.

Hasil survei berbagai lembaga menyebutkan paslon calon presiden (capres) – calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka unggul atas dua pasangan calon lainnya. Bahkan elektabilitas paslon nomor urut nol dua itu terus menanjak hingga 42 persen.

Jika Pilpres diadakan hari ini, tentu potensi kemenangan akan diraih Prabowo yang menjadi Presiden RI ke-8. Paslon Prabowo-Gibran dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) diusung empat partai politik (parpol) parlemen yakni Gerindra (13,5 persen), Golkar (14,7 persen), Demokrat (9,7 persen), dan PAN (7,6 persen), dan empat parpol non parlemen yakni Gelora, PBB, Garuda, dan Prima.

Namun mampukah Prabowo-Gbran menjalan pemerintah yang stabil? Faktanya, jika KIM tidak merangku parpol lain tentu akan sulit menjaga stabilitas pemerintahan. Karena parpol yang tergabung dalam KIM tidak mencukupi suara mayoritas.

Hasil berbagai survei menunjukkan parpol yang lolos menuju parlemen nyaris tidak berubah, yakni PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, PKB, NasDem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Eletabilitasnya pun mirip dengan hasil Pemilu serentak 2019 lalu.

Kesembilan parpol itu diprediksi bakal berhasil mencapai ambang batas (Parlementary Trsashold) empat persen. Itu berarti partai poliktik yang menduduki kursi parlemen tidak berubah seperti hasil Pemilu serentak 2019.

Berdasarkan komposisi suara partai politik di DPR hasil Pemilu 2019 dari 575 kursi, PDI Perjuangan memperoleh 128 kursi, Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, NasDem 59 kursi, PKB 58 kursi, Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi.

Koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin terdiri dari PDIP, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB dan PPP menduduki 349 kursi. Masuknya Prabowo Subianto dan Edhy Prabowo sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) dari Gerindra menambah kekuatan koalisi pendukung pemerintah.

Dengan demikian jumlah kursi yang mendukung pemerintah di DPR menjadi 427 kursi atau sekitar 74,6 persen. Apalagi PAN menyusul masuk ke dalam pemerintahan Jokowi, sehingga total kursi dari kubu pemerintah menjadi 471 (87 persen). Sedangkan PKS, dan Partai Demokrat tetap berada di luar koalisi pemerintah dengan 104 kursi.

Bisa dikatakan roda pemerintahan Jokowi jilid II ini lebih efektif mengingat dukungan di parlemen sangat dominan. Sedangkan partai di luar pemerintah (opisisi) menjadi minimal. Sehingga sekali pun ada kebijakan pemerintah yang ditentang, tidak berpengaruh karena kalah dalam suara.

Pemilu 2024 yang dilakukan serentak bersama Pilpres dan Pemilu Legislatif (Pileg) bertujuan agar keterpilihan presiden sejalan dengan anggota legisltatif yang mendukungnya. Berdasarkan hasil survei tampaknya Prabowo selaku eksekutif kurang mendapat dukungan penuh dari legislatif. Karena suara partai politik yang mendukungnya tidak mencapai mayoritas.

Jika Prabowo nantinya berhasil merangkul partai politik yang berseberangan tentu hasilnya akan berbeda, seperti yang dilakukan pemerintah Jokowi yang merangkul Gerindra masuk dalam kabinet.

Bagaimana jika PDI Perjuangan, PPP, NasDem, PKB, dan PKS menolak bergabung? Tentu ini akan menjadi tantangan bagi Prabowo dalam menjalankan pemerintahan. Karena kurang mendapat dukungan penuh dari DPR sebagai lembaga legislatif.

Pasangan capres Anies-Cak Imin (AMIN) diusung Koalisi Perubahan terdiri dari NasDem (10,2 persen), PKB (10 persen), dan PKS (8,70 persen). Sedangkan pasangan Ganjar-Mahfud diusung PDI Perjuangan (22 persen), PPP (25 persen). Sementara pasangan Prabowo-Gibran diusung Koalisi Indonesia Maju terdiri dari Gerindra (13,5 persen), Golkar (14,7 persen), Demokrat (9,7 persen), PAN (7,6 persen).

Jika dihitung dari jumlah kursi DPR saat ini, pasangan AMIN menguasai 163 kursi, Ganjar-Mahfud 147 kursi, dan Prabowo-Gibran 265 kursi. Jika kubu AMIN membentuk poros baru di parlemen sebagai oposisi bersama kubu Ganjar-Mahfud akan menghasilkan 310 kursi. Sementara kubu Prabowo-Gibran 265 kursi di DPR.

Dengan demikian kubu AMIN dan Ganjar akan menguasai 58 persen suara di DPR, dan Prabowo-Gibran 42 persen. Tentu roda pemerintahan akan berjalan penuh lika-liku menginggat pemerintahan Prabowo kelak tidak menguasai kursi parlemen.

Dalam sistem presidensial, Presiden tetap memerlukan dukungan legislatif. Tanpa dukungan itu, Presiden akan menghadapi situasi sulit yang mengancam stabilitas pemerintahan. Oleh karena itu, dukungan legislatif menjadi kebutuhan yang semestinya ada.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini