Ftnnews.oc.id, Jakarta – Tak bisa dipungkiri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjadi figur yang diharapkan dapat mendongkrak elektabilitas terhadap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Demikian juga dengan elektoral partai pengusung.
Penyelenggaran Pemilu serentak memang masih menjadi pembuktian untuk perkuat sistem presidensial di Indonesia. Dengan digabungkankannya Pemilu Presiden (Pilpres) dengan Pemilu Legislatif (Pileg) diharapkan sejalan dengan perolehan kursi di parlemen.
Pada Pemilu serentak 2024 ini, Presiden Jokowi tampaknya memang masih menjadi figur menentukan untuk meraih suara bagi partai politik di DPR nanti. Dengan dukungan rakyat yang masih besar, bisa dimaklumi partai politik berharap dapat dukungan dari Jokowi.
Renggangnya hubungan Jokowi dengan PDI Perjuangan belakang ini menjadi sorotan publik. Hal ini setelah orang nomor satu itu merestui putranya, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Sebagai kader PDI Perjuangan, sejatinya Jokowi mendukung capres Ganjar Pranowo. Apalagi Jokowi senantiasa mendapat dukungan penuh dari partai berlambang banteng moncong putih itu, mulai dari Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI dua periode.
Di sisi lain, capres Prabowo yang diusung Koalisi Indonesia Maju yang menggandeng Gibran kerap menyebut bakal meneruskan program Jokowi dalam setiap kesempatan. Hal ini tentu guna merebut simpati pendukung Jokowi.
PDI Perjuangan sebagai partai pemenang dalam dua kali gelaran pesta demokrasi lima tahunan ini memang menargetkan meraih hat trick di Pemilu serentak 2024. Namun tampaknya upaya ini menemui tantangan karena Jokowi mulai berpaling.
Sejatinya, hasil Pemilu 2019 menjadi evaluasi bagi PDI Perjuangan dalam upaya meraih kemenangannya di Pemilu 2024. Sejak Pemilu serentak dimulai pada 2019, dukungan terhadap pasangan capres ternyata tidak begitu berefek bagi perolehan suara di parlemen.
Artinya, PDI Perjuangan sejatinya mulai melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi. Partai pimpinan Megawati Soekarno Putri hendaknya mentap ke depan dengan potensinya.
Hasil penelitian Dody Wijaya, mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Politik, Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia, menyebutkan, capres yang populer dengan tingkat elektabilitas tinggi tidak memberikan keuntungan signifikan kepada partai pengusungnya.
Dalam analisisnya, Dody mengatakan, PDI Perjuangan sebagai partai pengusung dan pendukung utama capres Jokowi hanya mendapatkan efek kenaikan perolehan suaranya kurang dari satu persen secara nasional. “PDI-P hanya mengalami kenaikan tipis 0,38,” tukasnya.
Menurut Dody, temuan awal dari hasil pemilu serentak 2019 dan perbandingannya dengan pemilu tidak serentak (2004-2014), menunjukkan kemenangan Jokowi-Ma’ruf tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap suara yang diraih partai pendukung presiden di parlemen.
“Kenaikan prosentase perolehan kursi hanya 0,4 persen membuktikan tidak signifikannya pengaruh kemenangan presiden terpilih dengan keterpilihan partai pendukung presiden di parlemen,” ujar Dody seperti dikutip Jurnal Politik Indonesia dan Global “INDEPENDEN” volume 2 No.2 Oktober 2021.
Hasil riset Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkapkan, hasil Pemilu serentak 2019 di level DPR tidak terlalu memberikan coattail effect. PDIP dan Gerindra selaku partai politik utama yang mencalonkan presiden hanya memperoleh berkah efek kenaikan perolehan suara tidak lebih dari dua persen.
Pada Pemilu 2014, penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang dilakukan terpisah, PDIP memperoleh suara sebesar 19,4 persen. Sedangkan pada Pemilu 2019 yang dilakukan serentak PDI Perjuangan meraih 21,4 persen. Demikian juga Gerindra. Pada Pemilu 2014 memperoleh 12,1 persen, sedangkan Pemilu serentak 2019 meraih 13,9 persen.
“Ketidakhadiran coattail effect yang tidak berdampak penuh dan tidak linier di setiap tingkatnya salah satunya disebabkan adanya ketidakselarasan kampanye yang dilakukan calon-calon anggota legislatif,” sebut Perludem.
Coattail effect merupakan pengaruh figur atau tokoh dalam meningkatkan suara partai di Pemilu. Capres yang populer dengan tingkat elektabilitas tinggi akan memberikan keuntungan positif secara elektoral kepada partai yang mengusungnya sebagai calon.
Menurut Perludem, di tengah situasi dua pasangan calon dan fokus pemilih kepada pemilu presiden. Ada fakta ketika satu daerah dinyatakan menjadi basis pasangan capres Jokowi-Ma’ruf atau Prabowo-Sandi, maka calon anggota legislatif (caleg) yang berasal dari salah satu pendukung pasangan calon tidak akan mengkampanyekan capresnya. Caleg lebih cenderung mengkampanyekan dirinya sendiri.
Pada Pemilu 2019, jika daerah A merupkan basis capres Prabowo, maka partai-partai koalisi pendukung capres Jokowi tidak akan mengkampanyekan bahkan tidak memasang atribut kampanye berbau capres Jokowi.
Demikian sebaliknya. Jika di daerah tertentu berdasarkan observasi yang dilakukan caleg merupakan basis pendukung pasangan capres Jokowi, maka partai-partai politik pendukung pasangan capres Prabowo tidak akan mengkampanyekan dan menggunakan atribut atau memasang alat peraga capres Prabowo. Namun caleg cenderung mengkampanyekan dirinya sendiri sebagai calon anggota legislatif.
Ada tiga pasangan capres yang bertarung pada Pemilu serentak 2024. Pertama, pasangan capres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dari Koalisi Perubahan diusung Partai NasDem, PKB, dan PKS.
Kedua, pasangan capres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dari Koalisi Indonesia Maju diusung Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora, Garuda, dan Prima. Ketiga, pasangan capres Ganjar Pranowo-Mahfud MD diusung PDI Perjuangan, PPP, Perindo, dan Hanura.
Dinamika peta politik yang kini berubah tentu terlihat nanti saat hasil surat suara Pemilu 2024 telah diumumkan secara resmi nanti. Pemilu 2024 yang dilakukan secara serentak menjadi pembuktian apakah hasil suara legislatif sejalan suara yang diraih pasangan capres.
Hasil survei dari berbagai lembaga menyebutkan elektabilitas PDIP Perjuangan masih menempati urutan pertama dikisaran angka lebih dari 20 persen. Sedangkan Gerindra diperingkat kedua.
Di tengah renggangnya hubungan Jokowi dengan PDI Perjuangan, hasil survei tampaknya belum berpengaruh terhadap elektabilitas PDI Perjuangan. Apakah ini juga menjadi bukti Pemilu serentak 2014 tidak juga memberi efek terhadap elektoral partai politik seperti pada Pemilu sebelumnya? Tentu harus kita tunggu hasilnya nanti.