Isu SARA jika tak Disikapi dengan Bijak Dapat Jadi Pintu Masuk Radikalisme
FTNews, Banjarnegara— Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa isu terkait suku, ras dan agama (SARA) selalu menjadi isu yang sensitif. Terlebih dalam setiap penyelenggaraan Pemilu yang jika tidak disikapi dengan bijaksana, dapat menimbulkan kesalahpahaman, memantik konflik sosial, bahkan menjadi pintu masuk bagi radikalisme.
Karena itu, ujarnya, eksistensi ormas keagamaan harus tetap bisa berperan menjadi filter untuk menetralisir isu-isu tersebut agar tidak kontra-produktif.
“Organisasi keagamaan seperti Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDIII), adalah entitas sosial yang cenderung lebih mudah diterima dan dipatuhi oleh masyarakat. Karena dalam kepengurusannya diisi oleh tokoh-tokoh agama yang menjadi panutan,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama LDII Jawa Tengah serta DPD dan DPC LDII Kabupaten Banjarnegara.
Bamsoet lantas merujuk pada hasil survei LSI terkait tingkat kepatuhan masyarakat terhadap imbauan tokoh agama memiliki persentasi yang cukup tinggi, mencapai 51,7 persen. Lebih tinggi dibandingkan kepatuhan terhadap seruan yang disampaikan politisi yang hanya mencapai 11 persen.
Menurutnya, setiap ormas keagamaan di Indonesia juga harus memiliki wawasan kebangsaan yang komprehensif, dan senantiasa mengedepankan sikap nasionalisme. Harus ada kesadaran dan komitmen kolektif, bahwa Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler, melainkan negara yang berketuhanan.
Suara umat Islam Indonesia, tegasnya, sangat punya andil terhadap berbagai penyelesaian permasalahan intoleransi maupun diskriminasi, khususnya yang mengatasnamakan agama yang kini tengah dihadapi masyarakat dunia.
Dalam The Future of World Religions: Population Growth Projections 2010-2050 yang dikeluarkan lembaga think tank asal Amerika Serikat PEW Research Center, memperlihatkan, 87 persen atau sekitar 229.620.000 jiwa penduduk Indonesia beragama Islam. Ini menempatkan umat Islam di Indonesia sebagai yang terbesar di dunia.***