Beranda Berita Terkini ICW: Kini Politik Uang bukan hanya Kandidat tapi Pemilih Memintanya

ICW: Kini Politik Uang bukan hanya Kandidat tapi Pemilih Memintanya

Ilustrasi rupiah/foto: istimewa

FTNews, Jakarta— Indonesia Corruption Watch (ICW) mengamati fenomena semakin maraknya bansos di Pemilu dan Pilkada. Pada Pilkada serentak 2020 di masa pandemi dan Pemilu 2024, bagi-bagi bansos jelas terlihat, namun tak ada penegakan hukum yang jelas.

Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha dalam diskusi “Kecurangan Pilkada 2024: Dari Dinasti, Calon Tunggal, dan Netralisasi ASN”, dilansir rumahpemilu.org.

Bansos, katanya, diduga akan kembali digunakan untuk memenangkan kontestasi di Pilkada Serentak 2024 oleh petahana atau keluarga politik yang memiliki kontrol atas sumber daya negara.

“Tidak ada pengungkapan yang patut atau adil terhadap kecurangan yang terjadi di Pemilu 2024. Itu akan menormalisasi. Orang-orang akan berani melakukan praktik kecurangan, dan akan terjadi masif di Pilkada 2024,” tegasnya.

Praktik politik uang dan bantuan sosial (bansos), tambahnya, cenderung meningkat. Bahkan tak lagi hanya ditawarkan oleh kandidat, namun menjadi permintaan pemilih. Politik uang yang merupakan pelanggaran Pemilu kini semakin ternormalisasi.

“Banyak laporan yang kami terima dari berbagai daerah bahwa pemilih meminta, bukan lagi dipaksa oleh kandidat, tetapi mereka meminta mana barangnya, uangnya, agar kami milih anda. Jadi, politik uang sudah menjadi normal,” ujar Egi.

Ternormalisasinya politik uang oleh warga membuat pengawasan dan penegakan hukum menjadi semakin sulit. Warga tak lagi melaporkan politik uang, karena menikmati bagi-bagi uang oleh kandidat. Bentuk politik uang pun telah berkembang dari uang fisik menjadi uang digital, dengan nominal yang semakin besar.

“Dari nominal, ada kecenderungan naik juga. Misalnya, dulu memberikan 100 ribu rupiah, pemilu-pemilu berikutnya naik. Di 2024, naik berkali-kali lipat. Jadi, ini mengkhawatirkan sekali,” ucapnya.

Menjelang tahapan pendaftaran calon Pilkada, Egi meminta penegak hukum memperkuat pengawasan. ICW memprediksi mahar politik tak hanya diberikan oleh bakal calon kepada partai politik untuk membeli tiket pencalonan, namun juga agar partai tidak mengusung calon tandingan di Pilkada Serentak 2024.

“Yang kami duga terjadi, tidak hanya sebatas untuk mahar, tetapi juga untuk menjegal. Misal, tiket harganya sekian. Di luar itu, bisa naik kalau yang diberikan adalah tiket untuk tidak mencalonkan orang yang menjadi pesaing dia,” tutup Egi.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini