Evaluator Kecurangan Pemilu Sebaiknya Akademisi, Jangan Politisi!

Denny Januar Ali, peneliti, pendiri LSI Denny JA, Konsultan Politik/foto: IG dennyja_world

FTNews, Jakarta— Bukan hanya Pemilu Presiden  yang perlu dievaluasi tapi juga Pemilu Legislatif 2024. Evaluatornya jangan politisi, partai politik, atau DPR, yang bias karena kepentingan politiknya, tapi peneliti, akademisi yang kredibel, yang berada di kampus dan lembaga riset.

Hasil kajian akademis atas kecurangan yang terjadi dijadikan bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan Undang- Undang Pemilu ataupun Undang- Undang Presiden

Demikian disampaikan Denny Januari Ali, Konsultan Politik, dalam diskusi di Creator Club. Ia menyatakan pandangannya berkaitan dengan wacana hak angket kecurangan Pemilu yang sedang ramai diperbincangkan.

Denny, selaku peneliti dan baru saja menerima The Legend Award karena telah ikut memenangkan lima kali Capres berturur-turut, mempunyai data opini publik soal kecurangan Pemilu.

“Begitu hebohnya isu  Pemilu curang itu bergema di berbagai tempat di tanah air. Survei  LSI,  Februari 2024, merekam opini publik. Sebesar 31,4% publik percaya  Pemilu ini curang. Namun ada sekitar 60,5% yang mengatakan Pemilu ini tidak curang,” ujar Denny yang juga pendiri Lingkaran Survei Indonesia.

“Masih jauh lebih banyak yang merasa Pemilu 2024  tidak curang. Perbandingannya, dari tiga warga, dua menyatakan Pemilu tidak curang, satu menyatakan Pemilu curang,” tambahnya.

Tapi, lanjut Denny lagi, yang penting juga dipahami, meluasnya isu Pemiu curang tak hanya terjadi di negara yang sedang dalam tahap “Transisi ke Demokrasi” seperti Indonesia. Isu Pemilu curang juga terjadi dalam opini publik di negara yang demokrasinya sudah terkonsolidasi seperti di Amerika Serikat.

Donald Trump ketika kalah dalam Pilpres 2020, keras sekali  meyakinkan publik: “Saya menang. Tapi Joe Biden telah mencuri Pemilu. Saya dikalahkan oleh Pemilu yang curang.”

Trump mengatakan itu  berulang-ulang.  Akhirnya  dalam survei di Amerika Serikat, bahkan tiga tahun setelah Pemilu, sepertiga penduduk Amerika Serikat juga meyakini Pemilu berlangsung dengan curang.

Hal ini diberitakan antara lain oleh NBC 20 Januari 2023: “Almost a third of Americans still believe the 2020 election result was fraudulent.”

Menurutnya, opini bisa terbentuk berbeda dengan fakta hukum sebenarnya. Karena di pengadilan, seperti di Mahkamah Konstitusi, tak terbukti Pemilu curang itu terjadi yang bisa mengubah hasil.

Ini hukum besinya. Jika  seputar Pemilu di sebuah negara, terbentuk polarisasi politik yang begitu tajam, dan  pemimpin yang kalah mengagitasi pendukungnya bahwa Pemilu itu curang, apalagi dengan menggunakan influencers, pasti akan  terbentuk opini di sebagian masyarakat bahwa Pemilu memang curang.***

Tutup