Beranda Berita Terkini Dipanggil Airlangga, Jimly Ungkap Pertemuan Salah Satunya Bahas Hak Angket

Dipanggil Airlangga, Jimly Ungkap Pertemuan Salah Satunya Bahas Hak Angket

Jimly Asshiddiqie /foto: instagram Jimlyas

FTNews — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memanggil mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie ke Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (26/2/2024).

Jimly tiba sekira pukul 16.51 WIB dan langsung disambut Airlangga. Pertemuan keduanya selesai sekitar pukul 17.35 WIB. Dia mengaku sudah beberapa kali dipanggil.

Menjawab pertanyaan awak media, Guru Besar Tata Negara Universitas Indonesia (UI) itu mengaku dirinya dipanggil Airlangga untuk berdiskusi banyak hal tentang ketatanegaraan.

“Kami ajak publik ini berpikir tentang masa depan, perbaikan sistem termasuk bila disepakati itu jadi ide soal perubahan ke-5 UUD,” beberanya.

Menurut dia, momentum sekarang ini bisa enggak dipakai untuk supaya orang move on kita ajak publik ini berpikir tentang masa depan, perbaikan sistem termasuk disepakati itu jadi ide perubahan kelima UUD itu.

“Ini ribut-ribut, susah-susah ini kan gara-gara salah satunya treshold 20%, ribut nyari capres capres, padahal mestinya sudah biarkan saja setiap partai mempunyai hak untuk mencalonkan calon presidennya masing-masing,” ungkap Jimly.

Terkait dengan hak angket, ia mengatakan, telah berbicara kepada Airlangga supaya menerima ide itu, sebab hak angket menurutnya dinamika biasa dalam demokrasi.

Menurut dia, “Tapi memang harus diperhatikan supaya terarah, kalau tidak terarah bisa melebar-lebar ke mana-mana, tapi adanya angket ini misalnya terjadi saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah di era pemerintahan Jokowi hak angket dipakai,” kata Jimly.

“Semua presiden itu mulai dari Pak Habibie, Megawati, Gus Dur, SBY, semua sudah mengalami hak angket, dipakai DPR, masa 10 tahun terakhir hak angket enggak pernah ada dipakai DPR, jadi enggak apa-apa ini,” tegasnya.

Meski begitu, ia menekankan, hak angket itu tidak akan sampai ujungnya hingga pemakzulan atau impeachment pada presiden dan wakil presiden terbaru yang terpilih pada 2024 menggantikan Presiden Jokowi.

“Kalau impeachment itu pernyataan pendapat. Jadi kan ada interpelasi, ada angket, ada pernyataan pendapat, nah pernyataan pendapat itu mekanismenya sendiri lagi. Jadi impeachment itu kaitannya pernyataan pendapat, dan itu panjang ceritanya bisa setahun,” tegas Jimly.

Jimly mengatakan, angket ini hanya menyelidiki pelanggaran Pemilu atau Pilpres 2024, yang ujungnya adalah menemukan pelanggaran-pelanggaran hukum, termasuk pelanggaran pidana.

“Sesudah itu ke aparat penegak hukum, jadi sepanjang menyangkut soal tidak terkait pemilu bisa, tapi sepanjang yang berkaitan dengan pemilu sudah ada mekanisme,” ujar Jimly.

Dia mencontohkan tindak pidana pemilu ada enggak di Bawaslu kalau berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disebut-sebut kecurangan itu kan di Bawaslu.

Hasil Pemilu 2024

Terkait jumlah hasil pemilihan umum, seperti berapa jumlah suara dan siapa yang harus duduk di kursi objek perkara di MK. Sedangkan angket hanya sebatas panitia di DPR untuk menyelidiki penyelenggaraan pemilu oleh pemerintah.

Jimly mengatakan, misalnya pemerintah dipanggil DPR dengan panggilan paksa oleh DPR, pemerintah bisa menjelaskan apa saja yang menjadi tanggung jawab pemerintah berkenaan dengan pemilu, pertama terkait penerbitan UU Pemilu, pelaksanaan anggaran dalam APBN, lalu struktur KPU, Bawaslu, serta DKPP, dan peraturan pelaksanaan pemilu.

“Itulah keterlibatan pemerintah dalam urusan kepemiluan, selebihnya itu tanggung jawab KPU, Bawaslu, DKPP,” papar Jimly.

Terakhir ia mengakui pelanggaran Pemilu 2024 memang banyak, namun apakah pelanggarannya itu terstruktur, sistematis, dan massive itu harus dicari fakta-faktanya.
Jimly mengatakan, besar kemungkinan ini massive, tapi apakah dia sistematis dan terstruktur belum tentu, ini sesuatu yang tidak mudah tapi bukan berarti mengecilk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini