Beranda Berita Terkini Curhat Titi Anggraini Ditolak Jadi Narasumber oleh Oknum di Lembaga Negara

Curhat Titi Anggraini Ditolak Jadi Narasumber oleh Oknum di Lembaga Negara

Dok Ig @tanggraini
Foto: dok Ig @tanggraini

FTNews, Jakarta— Pengamat kepemiluan Titi Anggraini mengaku ada oknum di institusi negara yang tidak suka jika dirinya menjadi narasumber sebuah acara. Bisa jadi hal ini karena dirinya kerap kali kritis dalam mengungkapkan pandangannya terhadap sebuah masalah.

Kekritisan Titi ternyata, membuat pihak lain ‘alergi’. Maka suatu ketika akan digelar sebuah acara seminar yang rencananya berkolaborasi dengan salah satu institusi negara, ada oknum di institusi negara itu memberi syarat, mereka mau berkolaborasi asalkan Titi Anggraini tidak menjadi salah satu narasumber.

Hal itu diungkapkan Titi lewat akun instagramnya, @tanggraini

Awalnya ia memamerkan sertifikat partisipasinya sebagai narasumber di acara seminar sehari dengan tema ‘Pendidikan Pemilih Cerdas Berkeadaban yang dilaksanakan atas Kerjasama Universitas Muhammadiyah Palembang dan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumatera Selatan’, beberapa waktu lalu.

Ig @tanggraini

Lalu Titi pun mengomentari, “Ini adalah sertifikat yang bisa jadi paling berharga dan bermakna dalam hidup dan karir kepemiluan saya. Selama hampir 25 tahun saya menggeluti isu pemilu”.

Setelah itu dia pun menceritakan pengalamannya terkait penolakan salah satu intitusi negara terhadap dirinya.

“Awalnya, kegiatan ini akan berkolaborasi dengan salah satu institusi negara yang mengurusi demokrasi pada garda terdepan. Tapi, entah siapa yang punya maksud, agenda, keinginan, atau mau; ada syaratnya supaya kolaborasi bisa berlanjut. “Narasumbernya jangan Titi Anggraini”. Bolak balik bolak balik negosiasi, akhirnya kolaborasi batal.”

“Alhamdulillah, kegiatan bisa terlaksana dan saya tetap bisa hadir. Tentu tanpa kolaborasi dengan lembaga yang uangnya puluhan trilyun tersebut. Bisa jadi oknum yang punya laku. Tapi, sungguh sangat ironis, ada oknum yang bekerja di lembaga demokrasi tapi memaksa partisipasi publik harus sesuai dengan narasi dan kehendak satu pihak. Alias, penundukan pada sikap berbeda menggunakan sumberdaya negara,” ungkap Titi.

Apakah kita ini di era ORBA atau bagaimana? Lanjut Titi

Ternyata, ujar Titi, ada pihak yang tidak siap berbeda, apalagi menerima kritik. Ternyata, tambahnya lagi, kebencian dan amarah pribadi (atau mungkin kelompok) tak bisa ditaklukkan. “Meskipun narasi demokrasi lekat tiap hari jadi omongan (jangan-jangan cuma jargon jualan). Apalagi kalau bicara nasihat Buya Syafii, untuk adil sejak dalam pikiran. Jauh jauh jauh amat jauh,” paparnya.

Perlakuan seperti ini, tutur Titi, pernah dirasakan Perludem yang gagal mendapatkan program karena atau dengan alasan pernah menulis artikel kontra penguasa. “Hahaa miris sambil bergetar hati rasanya.”

Sekarang, katanya, dia merasakan hal yang sama. “Kegiatan boleh jalan asal bukan saya narasumbernya. Tidak apa. Itu risiko dari pilihan sikap dan kerja. Memang ujiannya pada konsistensi dan kesabaran,” ucapnya.

Tapi, lanjutnya lagi, dirinya percaya. Lebih banyak orang waras yang mau berdemokrasi dengan cara-cara benar.  “Saya akan tetap memilih jalan dan sikap yang saya anggap benar dan sabar menerima konsekuensinya. Kalau ada yang salah, saya siap dikorekai dan berdialektika secara beradab,” tutupnya.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini