FTNews, Jakarta— Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI melakukan kajian awal terhadap 130 laporan dugaan pelanggaran politik uang yang terjadi selama masa tenang dan pemungutan suara dalam Pilkada 2024. Kajian itu mencakup informasi awal yang terkumpul hingga Rabu (27/11/2024) pukul 16.00 WIB.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, dalam keterangannya pada Kamis (28/11/2024), mengungkapkan bahwa laporan-laporan tersebut mencakup dugaan pembagian uang dan materi lainnya yang berpotensi melanggar ketentuan Undang-Undang Pemilihan (UU Pilkada). Jika kajian awal menunjukkan bahwa dugaan pelanggaran memenuhi syarat formil dan material, Bawaslu akan melanjutkan kajian hukum dalam jangka waktu lima hari kalender.
“Peristiwa pembagian uang atau materi lainnya berpotensi dikenakan ketentuan Pasal 187A Undang-Undang Pemilihan (UU Pilkada),” ujar Bagja, dilansir InfoPublik.
Bagja menegaskan, setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih, dapat dikenakan pidana penjara selama 36 hingga 72 bulan, serta denda sebesar minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. Menurutnya, baik pihak yang memberi maupun yang menerima uang atau materi dalam konteks ini bisa dikenakan pidana.
“Baik pemberi maupun penerima dipidana,” ujar Bagja, mengingatkan bahwa pelanggaran politik uang merupakan tindakan yang dapat merusak integritas pemilu.
Anggota Bawaslu RI, Puadi, menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran politik uang yang dilaporkan terbagi atas dua kategori: pembagian uang dan potensi pembagian uang. Sebagian besar dugaan pelanggaran terjadi pada saat masa tenang, yang merupakan periode sebelum pemungutan suara, dan selama pemungutan suara itu sendiri.
Menurut Puadi, sebanyak 71 laporan dugaan pembagian uang dan 50 dugaan potensi pembagian uang terjadi selama masa tenang. Sementara itu, 8 laporan dugaan pembagian uang dan 1 dugaan potensi pembagian uang ditemukan pada tahapan pemungutan suara.
Dugaan pembagian uang pada masa tenang ditemukan di berbagai provinsi, antara lain Sumatra Utara, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Aceh, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Lampung, Banten, Maluku Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Sedangkan dugaan potensi pembagian uang pada masa tenang teridentifikasi di provinsi-provinsi seperti Papua Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Jawa Timur, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Riau, Sumatra Selatan, dan Sulawesi Tengah.
Pada tahapan pemungutan suara, dugaan pembagian uang terpantau di lima provinsi, yaitu Papua Barat Daya, Maluku Utara, Sumatra Selatan, DIY, dan Kalimantan Selatan.
Bawaslu RI terus melakukan pengawasan ketat untuk memastikan bahwa setiap tahapan Pilkada 2024 berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta mencegah pelanggaran yang dapat merusak prinsip demokrasi. Kajian awal terhadap laporan-laporan ini merupakan bagian dari upaya untuk memastikan bahwa Pilkada 2024 bebas dari praktik politik uang yang dapat memengaruhi hasil pemilihan dan merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Dengan terus melakukan pengawasan dan menindak tegas pelanggaran yang ditemukan, Bawaslu berharap dapat menciptakan Pilkada yang lebih bersih, adil, dan transparan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum yang jujur dan berintegritas.***