Beranda Berita Terkini Bamsoet: Sistem Proporsional Terbuka Kikis Idealisme

Bamsoet: Sistem Proporsional Terbuka Kikis Idealisme

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. (Foto: mpr.go.id)

ftnews.co.id, Jakarta – Sistem proporsional terbuka dinilai berpotensi memicu kelahiran demokrasi transaksional. Akibatnya akan mengikis idealisme dan komitmen politik para calon legislatif (caleg) dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.

“Model transisi demokrasi ini tidak menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet, panggilan akrabnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (23/5).

Menurut Bamsoet, penerapan sistem proporsional terbuka berpotensi menyebabkan persaingan para calon anggota legislatif (caleg) dalam pemilu didominasi kekuatan finansial.

“Pemilih tidak lagi mengutamakan kualitas dan kapabilitas para caleg sebagai pertimbangan mereka dalam menggunakan hak pilih. Para pemilih kemungkinan sibuk menghitung uang yang diterima dari para caleg,” katanya Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa.

Dikatakan, selama penyelenggaraan tiga kali pemilu dengan sistem terbuka, keberadaan politik transaksional luar biasa. Hal itu, lanjut Bamsoet, merusak dan meningkatkan tindak pidana korupsi di Tanah Air.

Ia menilai untuk mendapatkan kursi legislatif, caleg harus mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah yang salah satunya dipergunakan untuk biaya kampanye.

“Yang jadi pertanyaan adalah uang itu berasal dari mana dan bagaimana bisa mengembalikan?” Bamsoet seraya bertanya.

Dilanjutkan bahwa pertanyaan seperti itu sederhana dan mudah, apakah begitu banyak orang merelakan uangnya dihamburkan, lalu bekerja untuk rakyat meski uang tidak kembali? Dirinya menyatakan tidak yakin.

Dengan demikian, menurut Bamsoet, di tengah kenyataan tersebut penilaian sebagian pihak bahwa demokrasi Indonesia di era reformasi sedang mengalami stagnasi menjadi suatu penilaian yang wajar.

Demokrasi setelah era reformasi dinilai hanya memanjakan para elite politik sehingga rakyat belum merasakan dampak dari demokrasi secara signifikan, terutama terkait dengan kesejahteraan dan kemakmuran, paparnya..

“Berdasarkan kenyataan tersebut, secara umum pascareformasi, demokrasi tidak bertambah baik. Kita sudah terjebak pada demokrasi angka-angka. Angka transaksi bukan lagi aspirasi. Kedaulatan rakyat berkembang tidak sejalan dengan kedaulatan hukum,” ucap Bamsoet.

Saat ini, katanya, tengah berlangsung uji materi UU Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Apabila uji materi tersebut dikabulkan MK, maka sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Dengan menerapkan sistem pemilihan proporsional tertutup, hal itu memungkinkan masyarakat pemilih hanya disajikan logo partai politik pada surat suara, bukan nama kader partai calon anggota legislatif, ujarnya.

Sejauh ini, kata Bamsoet, terdapat beragam pendapat soal sistem pemilihan mana yang terbaik bagi penyelenggaraan pemilu di Tanah Air. Sebagian pihak ada yang mendukung penerapan sistem proporsional terbuka dan ada pula yang mendukung sistem proporsional tertutup.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini