Poltracking Indonesia Dilarang Publikasi Hasil Survei Tanpa Persetujuan Persepi

Hanta Yuda AR, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia/Foto: ftnews.co.id

FTNews, Jakarta— Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) memutuskan memberi sanksi pada Poltracking Indonesia atas kejanggalan pelaksanaan survey Lembaga tersebut. Ke depannya, Poltracking Indonesia dilarang mempublikasi hasil survey tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik.

“Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi,’ tegas Persepi dalam putusannya, Senin (4/11/2024).

Keputusan ini ditandatangani Ketua Persepi Prof. Asep Saefuddin, Ph.D,  Prof. Dr. Hamdi Muluk (Anggota) Prof. Saiful Mujani, Ph.D. (Anggota).

Berdasarkan hasil pemeriksaan Persepi, Lembaga Survei Indonesia (LSI) telah melakukan survei sesuai dengan SOP survei opini publik. Pemeriksaan metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik. Sementara terhadap Poltracking Indonesia, Dewan Etik Persepi tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Pilkada Jakarta yang dilakukan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024, dilaksanakan sesuai dengan SOP survei opini public, terutama karena tidak adanya kepastian data mana yang harus dijadikan dasar penilaian dari dua dataset berbeda yang telah dikirimkan Poltracking Indonesia.

Dewan Etik tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan dari dua dataset (raw data) yang telah dikirimkan.

“Dalam pemeriksaan pertama tanggal 29 Oktober 2024, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel seperti yang disampaikan dalam laporan survei yang telah dirilis ke publik untuk bisa diaudit kebenarannya oleh Dewan Etik. Poltracking menyampaikan bahwa data asli sudah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data (storage) yang disewa dari vendor,” papar Persepi.

Alasan Data Dihapus Server

Lebih jauh dijelaskan, dalam penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam pemeriksaan pertama.

Dalam pemeriksaan kedua tanggal 2 November 2024, Dewan Etik kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei, namun Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server.

Pada tanggal 3 November 2024 sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik menerima raw data yang menurut Poltracking Indonesia telah berhasil dipulihkan dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.

Dewan Etik lalu membandingkan kedua data tersebut dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November 2024.

Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP survei atau belum.

Dalam pemeriksaan, Poltracking Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik. Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data.

Sebagaimana diketahui, untuk Pilgub Jakarta, Poltracking Indonesia melakukan survey pada 10-16 Oktober 2024. Hasilnya, Ridwan Kamil-Suswono meraih 51,6%, Dharma-Kun 3,9% dan Pramono Anung-Rano Si Doel meraih 36,4%.

Sementara hasil survey Lembaga Survei Indonesia (Djayadi Hanan) yang melakukan pemetaan pada waktu yang hampir sama, 10-17 Oktober 2024, menempatkan keunggulan pada Pramono Anung-Rano Si Doel dengan 41,6%, Ridwan Kamil-Suswono 37,4%, Dharma-Kun 6,6%.

Hasil kedua Lembaga survey yang berbeda signifikan ini lah yang jadi kontroversi sehingga Persepi turun tangan melakukan penyelidikan. ***

 

Tutup