Kontroversi Hasil Survei Pilgub Jakarta! Persepsi Sanksi Poltracking, Ini Putusan Lengkapnya!

Penetapan nomor urut kontestan Pilgub Jakarta di KPU Jakarta, Senin (23/9/2024)/Foto: KPU

FTNews, Jakarta— Hasil penyelidikan Persepi (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia.) atas survey Poltracking Indonesia dan LSI (Djayadi Hanan) yang melakukan pemetaan Pemilihan Gubernur Jakarta dalam kurun waktu yang hampir sama namun dengan hasil bertolak belakang, akhirnya diumumkan.

Sebagaimana diketahui, untuk Pilgub Jakarta, Poltracking Indonesia melakukan survey pada 10-16 Oktober 2024. Hasilnya, Ridwan Kamil-Suswono meraih 51,6%, Dharma-Kun 3,9% dan Pramono Anung-Rano Si Doel meraih 36,4%.

Sementara hasil survey Lembaga Survei Indonesia (Djayadi Hanan) yang melakukan pemetaan pada waktu yang hampir sama, 10-17 Oktober 2024, menempatkan keunggulan pada Pramono Anung-Rano Si Doel dengan 41,6%, Ridwan Kamil-Suswono 37,4%, Dharma-Kun 6,6%.

Hasil kedua Lembaga survey yang berbeda signifikan ini lah yang jadi kontroversi sehingga Persepi turun tangan melakukan penyelidikan. Hasilnya, Persepi memutuskan memberi sanksi Poltracking Indonesia. Putusan ini ditandatangani oleh Prof. Asep Saefuddin, Ph.D. (Ketua) Prof. Dr. Hamdi Muluk (Anggota) Prof. Saiful Mujani, Ph.D. (Anggota).

Dalam rilis Persepi, Senin (4/11/2024) disebutkan, Dewan Etik Persepi telah menyelesaikan penyelidikan terhadap prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan Poltracking Indonesia, keduanya anggota Persepi yang telah merilis elektabilitas tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

“Tujuan penyelidikan untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan hasil survei di antara kedua lembaga, dan mengidentifikasi apakah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam proses pelaksanaan survei hingga publikasi hasil survei. Pertanyaan ini muncul di media masa secara luas, dan perlu mendapatkan jawaban untuk menjaga integritas lembaga survei dan hak publik untuk mendapatkan informasi publik yang benar dan dipercaya menurut Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dan etika survei opini public,” demikian bunyi rilis Persepi.

Proses Pemeriksaan

Pemeriksaan pada kedua lembaga menggunakan parameter dan ukuran yang sama. Pemeriksaan pada Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada Senin, 28 Oktober 2024. Sementara pemeriksaan Poltracking Indonesia dilakukan pada hari berikutnya yaitu pada Selasa, 29 Oktober 2024. Setelah pemeriksaan tatap muka, Dewan Etik meminta kedua lembaga untuk menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis yang dikirimkan pada 31 Oktober 2024.

Dewan Etik meminta kembali keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia pada Minggu, 2 November 2024 pukul 19.00 WIB, karena dipandang keterangan tatap muka dan tertulis yang telah disampaikan belum cukup memenuhi standar pemeriksaan.

Sementara terhadap Lembaga Survei Indonesia tidak dilakukan permintaan keterangan ulang karena keterangan yang disampaikan dan bahan-bahan yang telah dikirimkan ke Dewan Etik sudah memenuhi standar penyelidikan survei.

Kesimpulan dan Putusan

Dari hasil pemeriksaan secara tatap muka dan dari jawaban tertulis dari Lembaga Survei Indonesia dan Poltracking Indonesia dapat disimpulkan dan diputuskan sebagai berikut:

Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa Lembaga Survei Indonesia telah melakukan survei sesuai dengan SOP survei opini publik. Pemeriksaan metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik.

Dewan Etik tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Pilkada Jakarta yang dilakukan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024 dilaksanakan sesuai dengan SOP survei opini publik terutama karena tidak adanya kepastian data mana yang harus dijadikan dasar penilaian dari dua dataset berbeda yang telah dikirimkan Poltracking Indonesia.

Dewan Etik tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan dari dua dataset (raw data) yang telah dikirimkan, sebagaimana rincian di bawah ini:

Dalam pemeriksaan pertama tanggal 29 Oktober 2024, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel seperti yang disampaikan dalam laporan survei yang telah dirilis ke publik untuk bisa diaudit kebenarannya oleh Dewan Etik. Poltracking menyampaikan bahwa data asli sudah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data (storage) yang disewa dari vendor.

Dalam penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam pemeriksaan pertama.

Dalam pemeriksaan kedua tanggal 2 November 2024, Dewan Etik kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei, namun Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server.

Pada tanggal 3 November 2024 sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik menerima raw data yang menurut Poltracking Indonesia telah berhasil dipulihkan dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.

Dewan Etik lalu membandingkan kedua data tersebut dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November 2024.

Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP survei atau belum.

Dalam pemeriksaan, Poltracking Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik. Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data.

Terhadap hal-hal di atas pada angka 2, 3 dan 4, Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi.***

Tutup