Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Bahas Implikasi Putusan MK terhadap Demokrasi Indonesia

Gedung Mahkamah Konstitusi/foto: dok MK

FTNews — Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh memberikan pemahaman terkait putusan MK dalam perkembangan demokrasi di Indonesia kepada para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram beserta sejumlah universitas lainnya yang tergabung dalam fasilitas smartboard mini court room atau video conference (vicon) MK pada Jumat (11/10/2024).

Dalam kegiatan Webinar Konstitusi XIII bertajuk “Politik Hukum dan Pemilu: Implikasi Putusan MK terhadap Demokrasi” ini, Hakim Konstitusi Daniel memberikan contoh konkret terkait putusan MK yang terkait Pemilu. Beberapa di antaranya yakni Pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka dan Pemilu Serentak yang dimulai pada 2024 ini.

Lebih jelas Daniel mengungkapkan pada Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 menyoal Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD yang berdasarkan suara terbanyak. Bahwa Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan sistem proporsional terbuka ini memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan calon legislatif yang dipilih.

“Cara ini dinilai lebih mudah untuk menentukan siapa yang terpilih sebagai calon legislatif yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak. Pada dasar filosofi pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang berdasarkan suara terbanyak, maka calon terpilih adalah siapapun calon anggota legislatif yang mendapat suara terbanyak secara berurutan, dan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan,” jelas Daniel dalam webinar yang dipandu oleh Teguh Setyobudi selaku dosen ilmu hukum ekonomi syariah dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dilansir mkri

Kemudian melalui Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 Mahkamah telah menggeser pendiriannya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008. Pada intinya, sambung Daniel, Mahkamah menyatakan penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD yang terpisah (tidak serentak) dengan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak sejalan dengan prinsip konstitusi.

Selanjutnya pada Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019, setelah berbagai pengalaman penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019, Mahkamah tetap dengan pendiriannya ihwal keserentakan penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden konstitusional dengan memberikan beberapa alternatif pilihan model pelaksanaan pemilu serentak.

“Sehingga adanya penyelenggaraan penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu, baik Pemilu Anggota Legislatif maupun Pemilu Presiden/Wakil Presiden merupakan implementasi penegakan demokrasi konstitusional melalui kewenangan Mahkamah Konstitusi,” terang Daniel yang menyampaikan materi dari Ruang Kerja Hakim di Gedung 1 MK.

Kemudian Daniel mengulas putusan MK lainnya yang terkait dengan kepemiluan dan hak-hak warga negara yang menyertainya. Beberapa di antaranya adalah Putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 tentang pemulihkan hak politik dari mantan anggota PKI; Putusan Nomor 5/PUU-V/2007 terkait Calon Independen dalam Pilkada; Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009 mengenai Pemenuhan Hak Pilih Pemilih bermodal KTP; Putusan Nomor 135/PHP.BUP-XIX/2021 menyoal Persyaratan Kewarganegaraan dalam Pilkada; Putusan Nomor 84 /PHP.BUP-XIX/2021 perihal Validitas DPT dalam Penyelenggaraan Pilkada; dan Putusan Nomor 132/PHP.BUP-XIX/2021 tentang Syarat Keikutsertaan Mantan Terpidana dalam Pilkada.

Peran dan Integritas MK

Pada sesi tanya-jawab dengan peserta webinar, pertanyaan menarik datang dari penanya di antaranya pertanyaan dari mahasiswa UIN Malang yang menanyakan tentang batasan MK sebagai positive legislator dan bagaimana efektivitas pelaksanaan reformasi birokrasi terhadap keberadaan MK sebagai lembaga yudicial review dan menjauhkan diri dari politik.

“Posisi MK sebagai negative dan positive legislator batasannya terlihat pada putusannya yang tak hanya menyoal pasal dan ayat, tetapi tergambar pula pada varian putusan MK seperti menyatakan konstitusional bersyarat, inkonstitusional bersyarat, menunda keberlakuan putusan, dan memutuskan norma baru.”

“Dalam hal ini MK melihat bahwa undang-undang itu normanya ada ratusan, maka dalam pertimbangan putusannya tersebut sebelumnya MK mendapatkan pandangan dari para ahli yang hadir pada sidang-sidangnya. Ini dilakukan oleh MK agar memberikan penguatan argumentasi bagi para hakim sebelum mengetok palu atas putusannya,” jawab Daniel dengan jelas atas pertanyaan tersebut.

Kemudian pertanyaan dari mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang mempertanyakan pemilihan hakim-hakim MK yang dinilainya sarat dengan berbagai kepentingan dan dinamika politik tertentu, sehingga bagaimana MK menjaga integritasnya sehingga jauh dari intrik-intrik politik.

Daniel menanggapi bahwa pada prinsipnya hakim berasal dari tiga lembaga pengusung dari tiga kekuasaan yang ada di Indonesia. Namun dalam menjalankan tugasnya, hakim-hakim tersebut tetap independen dan bukan mempertanggungjawabkan tugasnya pada lembaga pengusung tersebut.

Maka dalam proses pemilihannya, lanjut Daniel, itu adalah soal politik hukum yang berbeda. Dengan demikian pada hakikatnya, hakim terlepas dari konflik-konflik kepentingan dan hal ini telah diterapkan hakim-hakim dengan menggunakan hak ingkarnya untuk menjaga diri dari konflik kepentingan yang dikhawatirkan masyarakat secara lebih luas.

Untuk diketahui bersama bahwa selain memiliki kewenangan yudisial, MK juga berperan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak konstitusional dan ideologi Pancasila.

Melalui berbagai kegiatan edukasi dan sosialisasi, MK berusaha memperdalam pengetahuan masyarakat tentang hak-hak yang dilindungi oleh UUD 1945 dan pentingnya Pancasila sebagai dasar negara. Salah satunya melalui optimalisasi fasilitas smartboard mini court room berupa video conference (vicon), baik di perguruan tinggi maupun desa konstitusi di daerah binaan yang tersebar pada 66 lokasi.

Selain sebagai penunjang persidangan jarak jauh, pada 2024 ini sarana vicon dimanfaatkan secara lebih optimal bagi sarana peningkatan pemahaman hak konstitusional melalui program perkuliahan umum secara daring. Pada agenda kuliah umum ini MK mengajak para narasumber di bidang hukum dari berbagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia dan tokoh-tokoh bangsa yang memahami pemaknaan konstitusi dan Pancasila.

Melalui berbagai topik menarik sesuai perkembangan dan kebutuhan pengetahuan hukum dan konstitusi masyarakat, para ahli akan membagi pengetahuan dan pengalaman dengan para peserta perkuliahan dalam ruang diskusi daring ini. Dari kegiatan ini, diharapkan wawasan terkait hak konstitusional dan ideologi Pancasila warga negara khususnya kalangan akademisi semakin memahami secara konsep dan praktik terhadap pemaknaan nilai-nilai Pancasila serta konstitusi.***

Tutup