Ini Dia 13 Indikator Kerawanan yang Berpotensi Terjadi di Pilkada Bali
FTNews, Nusa Dua — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Bali resmi meluncurkan pemetaan kerawanan dalam pelaksanaan Pilkada 2024, Pemetaan kerawanan ini berbasis pada data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Tahun 2024 yang telah diluncurkan pada Tahun 2022 silam oleh Bawaslu dan juga pelaksanaan pilkada di Provinsi Bali dari tahun 2017.
“Ini merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Dengan diidentifikasi potensi kerawanan yang terjadi di Provinsi Bali dan sembilan kabupaten/kota, tentunya akan diambil langkah-langkah untuk dilakukan pencegahan,” kata anggota Bawaslu Bali Ketut Ariyani, saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Stakeholder Launching Pemetaan Kerawanan Pemilihan Serentak Tahun 2024, Rabu (24/7/2024), dilansir dari laman Bawaslu Bali.
Dalam acara tersebut, Ariyani menyampaikan dari 61 indikator kerawanan penyelenggaraan Pemilu, terdapat 13 indikator kerawanan yang memiliki potensi terjadi pada Pilkada 2024 di Provinsi Bali.
Ke-13 indikator kerawanan tersebut yakni pertama, adanya peserta Pemilu yang tidak melaporkan dana kampanye. Kedua, penduduk potensial tapi tidak memiliki e-KTP. Ketiga, adanya perusakan fasilitas penyelenggaraan Pemilu.
Keempat, adanya imbauan dan/atau tindakan untuk menolak calon tertentu dari pemerintah lokal atau tokoh masyarakat. Kelima, adanya catatan khusus dari pengawas saat pemungutan suara. Kelima, adanya catatan khusus dari pengawas saat pemungutan suara.
Keenam, adanya putusan DKPP terhadap jajaran KPU/Bawaslu. Ketujuh, adanya laporan politik uang yang dilakukan peserta/timses. Kedelapan, adanya komplain dari saksi saat pemungutan/penghitungan.
Kesembilan, adanya pelanggaran saat pemungutan suara. Kesepuluh, keterlambatan logistik pemungutan suara. Kesebelas, adanya penghitungan suara ulang di Pemilu/pilkada. Keduabelas, adanya pemungutan suara ulang. Ketigabelas, perlengkapan pemungutan suara yang tidak sesuai ketentuan.
Selain pemetaan, Bawaslu Bali juga melakukan analisa terhadap isu-isu dan tahapan yang memiliki potensi rawan terjadinya pelanggaran pada Pilkada 2024. Di antaranya, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), pelaporan dana kampanye tidak sesuai ketentuan, hak untuk memilih, intimidasi kepada calon.
Selain itu, soal keamanan penyelenggaraan Pemilu, keberatan dari calon terhadap hasil penyelenggaraan pemilihan, politik uang, pelanggaran Kode Etik oleh penyelenggara Pemilu, pengadaan dan pendistribusian logistik tidak sesuai ketentuan, serta pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara tidak sesuai ketentuan.
“Dari hasil analisa tersebut dapat ditentukan tahapan yang berpotensi rawan pelanggaran dalam Pemilihan tahun 2024. Di antaranya pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih, kampanye, dana kampanye, logistik dan tahapan pemungutan dan penghitungan suara,” ucap Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Bali itu.
Lebih lanjut khusus netralitas ASN, Ariyani menyoroti potensi terjadinya pelanggaran berkaitan dengan netralitas ASN pada pelaksanaan Pilkada 2024 akan sangat tinggi, ASN diakuinya diberikan hak untuk memilih calon maupun paslon tertentu. Namun mereka dilarang secara terangan-terangan ikut berkampanye atau mengarahkan seseorang untuk memberikan dukungan terhadap calon atau paslon tertentu.
“Bahkan yang terbaru terjadi pada proses Pilkada kali ini di Kabupaten Bangli. Isu netralitas ASN ini menjadi isu paling rawan karena pada Pilkada 2024 ini, masih terdapat petahana yang kemungkinan akan maju kembali, hal ini berpotensi menyebabkan terjadinya konflik kepentingan,” kata Ariyani.
Terkait pelaporan dana kampanye tidak sesuai ketentuan menjadi isu yang dianggap rawan karena pernah terjadi pada Pemilu 2019 di Kabupaten Buleleng. Pada Pemilu tersebut, ada tiga partai politik yang tidak melaporkan dana kampanye.
“Demikian pula isu hak untuk memilih menjadi isu yang rawan masih terdapat pemilih yang belum melakukan perekaman KTP-el, atau biasa disebut sebagai penduduk potensial pemilih belum perekaman KTP-el. Hal ini terjadi di seluruh kabupaten/kota se-Bali,” tutur Ariyani..
Ariyani mengatakan dari hasil pemetaan kerawanan tersebut, dapat ditentukan langkah antisipasi yang harus dilakukan untuk mencegah terjadi pelanggaran pada Pilkada 2024 yaitu dengan melakukan imbauan kepada semua pihak, melakukan rapat koordinasi pemangku kepentingan terkait, melakukan sosialisasi secara masif dan melakukan patroli pengawasan.
Kegiatan Rapat Koordinasi Stakeholder Launching Pemetaan Kerawanan Pemilihan Serentak Tahun 2024, juga turut menghadirkan Abhan selaku penggiat pemilu dan Arif Nur Alam yang merupakan Ketua Indonesia Budget Center.***

