Ketua MPR: Persaingan di Pilkada Bisa Jadi tak Kalah Sengit Dibanding Pilpres-Pileg
FTNews, Jakarta— Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan Pilkada Serentak tahun 2024 akan diikuti sebanyak 37 provinsi, serta 508 kabupaten/kota. Persaingan dan tensi politik di Pilkada Serentak bisa jadi tidak kalah sengit dibandingkan Pileg dan Pilpres. Karena itu, seluruh elemen bangsa harus kembali mawas diri.
“Kesuksesan Pemilu 2024 harus dijadikan pegangan agar Pilkada Serentak yang tinggal beberapa bulan lagi, tidak menorehkan luka perpecahan di masing-masing daerah,” ujar Bamsoet usai menerima Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), di Jakarta, Rabu (12/6/24).
Para pemimpin di daerah, katanya, harus meniru pemimpin di pusat sebagaimana yang sudah dicontohkan Prabowo – Gibran, Anies – Muhaimin, dan Ganjar-Mahfud, bahwa ada kalanya kita bertanding ada kalanya kita bersanding.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, di sisi lain bangsa Indonesia juga tidak bisa melupakan luka bangsa pada Pemilu 2019 dengan hadirnya “Cebong”, “Kampret”, dan “Kadrun”, yang menjadi peringatan bahwa pemilihan langsung memiliki dampak berganda (multiplier effect) bagi keharmonisan kehidupan kebangsaan.
Tidak hanya pada Pilpres dan Pileg, pemilihan langsung pada Pilkada juga meninggalkan berbagai persoalan kebangsaan.
“Hasil penelitian Prof. Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan, sebanyak 33 persen (63,5 juta pemilih) atau 1 dari 3 pemilih pada Pemilu 2014 dan 2019 menerima politik uang.“
“Menempatkan Indonesia berada di nomor tiga dari sisi persentase 33 persen. Sedangkan dari sisi absolute atau angka 63,5 juta pemilih, Indonesia menjadi negara dengan korban paling besar sedunia dalam hal politik uang,” jelas Bamsoet.
Ia menerangkan, hasil pemetaan kerawanan Pemilu dan pemilihan menyoal politik uang yang dilakukan oleh Bawaslu pada tahun 2023, terdapat lima provinsi paling rawan yang perlu mendapatkan pengawasan ketat.
Yakni Maluku Utara dengan skor 100, Lampung skor 55,56, Jawa Barat skor 50, Banten skor 44,44, dan Sulawesi Utara dengan skor 38,89.
Tidak heran, ujarnya, jika kini banyak kalangan yang menilai bahwa Pemilu Indonesia paling liberal di dunia, sudah melenceng jauh dari demokrasi Pancasila sesuai semangat perwakilan sebagaimana terdapat dalam sila ke-4 Pancasila.
Perlu adanya evaluasi menyeluruh untuk kembali menghadirkan politik programatik bukan politik pragmatis, serta kompetisi elektoral berbasis partai untuk mengurangi penggunaan politik uang.***