Tiga Pemenang Pemilu 2024: Prabowo-Gibran, Jokowi dan Partai Golkar

Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto/foto: instagram Prabowo

FTNews, Jakarta— Konsultan politik yang juga pendiri Lingkaran Survei Indonesia Denny Januar Ali menyebut, pemenang Pemilu 2024 ada tiga, yakni, Prabowo-Gibran, Jokowi dan Partai Golkar.

“Sebutkan “The TOP 3” pemenang Pemilu 2024? Ini jawabannya, tegas dan tanpa keraguan. Pemenang pertama adalah Prabowo dan Gibran. Pasangan terpilih telak sekali, menang satu putaran saja,” kata Denny JA dalam Kuliah Umum Online Denny JA untuk Program MinI MBA Marketing Politik.

Pemenang kedua, kata Denny, adalah Jokowi.  Hal itu karena legacy Jokowi diteruskan oleh pasangan Capres dan Cawapres pilihannya, yang menang Pilpres 2024.

Sedang Partai Golkar, ujarnya, adalah ‘pemenang’ ketiga. “Memang dukungan kepada PDIP lebih tinggi dibandingkan Golkar pada Pileg 2024. Tapi dukungan kepada PDIP jika dibandingkan dengan Pileg 2019, justru menurun.”

“Sebaliknya, walau di Pileg 2024 Golkar memang masih di bawah PDIP tapi dibandingkan dengan Pileg 2019, naiknya dukungan kepada Golkar paling tinggi dibanding semua partai lainnya,” papar Denny panjang-lebar.

“Bahkan naiknya dukungan kepada Golkar di Pileg 2024 lebih tinggi dibandingkan naiknya Gerindra. Ini sebuah kenyataan yang juga tak biasa,” tambahnya.

Beda Efek Jokowi pada Capres dan Partai

Dalam kesempatan itu, Denny juga membahas tentang berebut ‘Efek Jokowi’ partai-partai koalisi seperti Golkar, PAN, Gerindra dan PSI.

Ia kemudian mengatakan, harus dibedakan ‘efek Jokowi’ pada Capres dan pada partai. Kenapa?

“Pada Capres,  efek Jokowi ini akhirnya hanya dimonopoli oleh Prabowo-Gibran saja. Penambahan suara Prabowo-Gibran pun juga sebagian karena migrasi dan eksodus besar-besaran  pemilih Jokowi dari Ganjar Pranowo akibat blunder fatal kubu  Ganjar sendiri,” jelasnya.

‘Efek Jokowi’  ini berbeda di dunia partai dalam Pemilu Legislatif. Untuk dunia partai yang bertarung ada Gerindra, Golkar, PAN, dan juga PSI. Semua partai ini memainkan efek Jokowi.

Golkar misalnya membuat iklan yang besar dan masif berkisar asosiasi tentang Golkar-Jokowi dan Jokowi-Golkar. Iklan ini diulang-ulang menjelang hari pemilihan 14 Februari 2024. Hasilnya: efek Jokowi kepada Golkar naiknya sangat terasa.

Hal yang sama juga dengan PAN. Partai ini juga mengasosiasikan diri kuat sekali dengan Jokowi. Bahkan ketika bagi-bagi bansos pun, dinyatakan: “Ini bansos dari Jokowi, ya. Jangan lupa.”

PSI sendiri suaranya juga naik  jika dibandingkan dengan Pileg 2019. Tapi memang naiknya dukungan pada PSI tidak signifikan ke angka melampaui 4%, untuk lolos parliamentary threshold.

Mengapa PSI tak mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dari Jokowi? Bukankah Ketum PSI juga putra Jokowi?

Ketika semua berebut efek Jokowi, penentunya kemudian adalah efektivitas mesin politik partai.  Ketika banyak partai mengasosiasikan diri dengan Jokowi, mesin Golkar dan mesin PAN jauh lebih kuat, jauh lebih besar, jauh lebih berpengalaman, dan jauh lebih lihai dibandingkan dengan mesin PSI.

Akibatnya, PSI mendapatkan porsi efek kecil saja dari Jokowi itu. Golkar dan PAN jauh lebih besar mendapatkannya. Untuk dunia partai, Golkar yang paling memperoleh buah termanis dari efek Jokowi.***

Tutup