Emrus Sebut Presiden Jokowi Intervensi Penegakan Hukum Kasus E-KTP

Presiden Joko Widodo/foto: tangkap layar twitter jokowi

FTNews, Jakarta — Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo (2015-2019) menghentikan kasus e-KTP yang mencuat ke publik.

“Perintah menghentikan kasus e-KTP kepada Ketua KPK Agus Rahardjo itu bisa dikategorikan Presiden Jokowi mengintervensi proses penegakan hukum,” tegas Komunikolog Indonesia Dr. Emrus Sihombing dalam keterangan tertulisnya, yang diterima FTNews, Sabtu (2/12/2023).

Menurut pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, ungkapan Agus Rahardjo tersebut sangat penting dan mendasar, tidak boleh dianggap remeh-temeh dalam proses penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia.

Sebab, tegasnya, sistem demokrasi di negara kita, Presiden mutlak dilarang oleh konstitusi cawe-cawe mengintervensi proses berjalannya penegakan hukum di Indonesia.

Karena itu, lanjut Emrus, dari aspek komunikasi publik, pernyataan Agus Rahardjo tersebut mutlak harus dibuka secara terang benderang, sehingga tidak ada drakor diantara sesama anak bangsa.
Pernyataan Agus Rahardjo tersebut, kata dia, tidak boleh dibiarkan begitu saja, lalu menguap hilang ditelan waktu. Sebab, pernyataan Agus Rahardjo itu sangat dapat bermakna bahwa Presiden Jokowi mengintervensi penanganan kasus hukum di Indonesia.

“Selain itu, lebih luas lagi bahwa bisa saja semakin menyakinkan publik tentang dugaan bahwa keputusan MK terkait usia minimal capres/cawapres sebagai produk gagal yang tidak lepas dari intervensi dan relasi kukuasaan,” kata doktor jebolan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu.

Karena itu, Emrus menambahkan, pernyataan Agus Rahardjo tersebut, ada dua hal yang harus dilakukan para pihak terkait agar seluruh rakyat Indonesia mengetahui secara terang benderang tentang kasus yang diungkap ke publik oleh Agus Rahardjo.

Rakyat berhak tahu

Pertama, Jokowi dan Agus Rahardjo harus melakukan klarifikasi live di Program Rosi, Kompas TV dengan dimoderatori oleh Rosianna Silalahi, sehingga dugaan upaya penghentian kasus E-KTP tersebut menjadi terbuka terang benderang.

“Klarifikasi tersebut tak baik diwakilkan, tapi harus dilakukan sendiri oleh Presiden Jokowi dan Agus Rahardjo,” ujar Emrus.

Kedua, Agus Rahardjo mutlak harus membuktikan ungkapan/dalilnya tersebut. Agar pengungkapan dilakukan dengan formal, maka para pihak yang dirugikan, terutama boleh jadi Jokowi pada posisi merasa dirugikan, seharusnya ia melaporkan Agus Rahardjo ke aparat penegakan hukum.

“Sebab, pernyataan Agus Rahardjo tersebut dapat dikategorikan sebagai tuduhan yang serius. Jika benar apa yang dilontarkan oleh Agus Rahardjo, reputasi Presiden Jokowi akan tergerus merosot di tengah masyarakat,” ujaranya.

Sebaliknya, kata Emrus, boleh dilakukan dengan pendekatan dua hal. Pertama, mengangkat sebuah isu yang setara atau lebih seksi untuk menutupi persoalan yang diungkap oleh Agus Rahardjo. T

“indakan ini biasanya dilakukan olah para pejundang sebagai tirai penutup dari lontaran pesan yang disampaikan,” kata dosen Komunikasi UPH itu.

Kedua, dengan upaya “akal-akalan” metodologi, lembaga survey sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pemilik dan relasi kuasa bisa saja melakukan penelitian bahwa responden tetap puas dengan kinerja pemegang kekuasaan dan elektabilitas paslon yang didukung kekuasaan tertentu tetap terjaga, sekalipun itu kontra logika.***


Warning: Undefined variable $args in /www/wwwroot/pemilunesia.com/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-related.php on line 47
Tutup