Beranda Berita Terkini Kebiri Independensi Parpol, Dosen Uji Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden

Kebiri Independensi Parpol, Dosen Uji Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden

Gedung Mahkamah Konstitusi/foto: dok MK

FTNews, Jakarta— Empat dosen mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Mereka menguji norma pasal tersebut yang berkaitan dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam pemilihan umum.

“Justru mengebiri kemandirian partai politik untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Partai politik dipaksa secara sistemik untuk melakukan penggabungan partai untuk memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional,” ujar salah satu Pemohon, Dian Fitri Sabrina, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 87/PUU-XXII/2024, dilansir mkri

Selain Dian, dosen lainnya sebagai Pemohon perkara ini, antara lain Muhammad, S Muchtadin, serta Muhammad Saad. Menurut mereka yang juga penggiat pemilu, pengaturan ambang batas menjadikan hak mengusung calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diakses para elite pemilu yang memiliki persentase tinggi pada pemilu sebelumnya dan menutup akses bagi partai politik peserta pemilu dengan persentase rendah yang tidak ingin berkoalisi.

Atas berlakunya ketentuan tersebut, untuk memenuhi ambang batas, partai politik dengan persentase suara kecil harus membangun lebih banyak koalisi, bahkan disertai dengan komitmen-komitmen tertentu dan tidak memiliki kesempatan atau kuasa untuk memunculkan calonnya sendiri. Seringkali partai tersebut hanya memberikan dukungan terhadap partai pemenang dalam pengusungan calon presiden.

Selengkapnya, Pasal 222 UU Pemilu berbunyi, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

Nasihat Hakim

Sidang perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Menurut Arsul, para Pemohon semestinya dapat menguraikan dengan jelas kerugian konstitusional yang dialami atas berlakunya ketentuan yang diuji serta menguatkan kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon.

“Tidak menyebutkan semata karena profesi para Pemohon sebagai pengajar, dosen, dari sistem kepemiluan, juga aktivis yang mengadvokasi masyarakat untuk pemilu yang lebih baik, tapi terkait juga kerugian konstitusonal Pemohon,” kata Arsul.

Di penghujung persidangan, Ketua Panel Hakim Saldi Isra memberikan waktu selama 14 hari kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonan. Perbaikan permohonan diterima Kepaniteraan MK selambatnya Senin, 19 Agustus 2024 pukul 13.30 WIB.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini