Beranda Berita Terkini Ketua Bawaslu Kota Surabaya dan Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo Diperiksa

Ketua Bawaslu Kota Surabaya dan Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo Diperiksa

Ketua DKPP Heddy Lugito Foto: Dok. DKPP

ftnews.co.id, Jakarta − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan memeriksa Ketua Bawaslu Kota Surabaya Muhammad Agil Akbar, Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo H. Idris Usuli, Jumat (6/10/2023).

Selain itu, DKPP juga akan memeriksa empat Anggota Bawaslu Provinsi Gorontalo, yaitu Lismawy Ibrahim, Jhon Hendri Purba, Amin Abdullah, Moh. Fadjri Arsyad.

Sekretaris DKPP David Yama dalam keterangan tertulisnya menyebutkan DKPP memeriksa Ketua Bawaslu Kota Surabaya terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 112-PKE-DKPP/IX/2023.

“Perkara ini diadukan Achmad Aben Achdan. Ketua Bawaslu Kota Surabaya Muhammad Agil Akbar diduga menyalahgunakan wewenang,” katanya.

Ketua Bawaslu Surabaya, diadukan karena merekrut Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, dan meminta uang sejumlah Rp5.000.000 sebagai jaminan agar terpilih sebagai Panwaslu Kecamatan.

Sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, sidang akan dipimpin oleh Ketua, Anggota DKPP dan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jawa Timur.

Sekretaris DKPP David Yama mengatakan agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu serta Saksi-saksi atau Pihak Terkait yang dihadirkan.

“DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar,” jelas David.

Selain itu, kata David Yama, DKPP akan memeriksa Kepala Bawaslu Provinsi Gorontalo dan empat staf Bawaslu Provinsi Gorontalo atas dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 119-PKE-DKPP/IX/2023.

Perkara ini diadukan oleh tiga orang, yaitu Lukman Ismail, Frengki Kasim, dan Yance Pakaya. Para Pengadu mengadukan Ketua Bawaslu Provinsi Gorontalo H. Idris Usuli.

Selain itu, empat Anggota Bawaslu Provinsi Gorontalo, yaitu Lismawy Ibrahim, Jhon Hendri Purba, Amin Abdullah, Moh. Fadjri Arsyad. Kelima nama tersebut secara berurutan menjadi Teradu I sampai V.

“Mereka diakukan karena tidak mempertimbangkan masyarakat dan berita media massa terkait uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota Bawaslu Kota Gorontalo masa jabatan 2023-2028 atas nama Erman Katili yang diduga masih aktif menjadi pengurus Partai Politik,” ujar David.

Sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

David Yama menambahkan, sidang kode etik ini bersifat terbuka untuk umum.

Penyelenggara Pemilu

Ketua DKPP Heddy Lugito menerangkan, DKPP dirancang bukan untuk menghukum penyelenggara Pemilu.

“Kehadiran DKPP di Indonesia salah satunya untuk menjaga dan menjamin integritas penyelenggara serta lembaga Pemilu,” jelasnya.

Dia berharap jangan biarkan keberadaan DKPP ini untuk menghukum para penyelenggara.

“DKPP dibuat untuk menjaga penyelenggara agar tetap pada tingkat integritas tertinggi,” tegas Heddy Lugito.

Dia mengatakan, jumlah penyelenggara yang direhabilitasi nama baik oleh DKPP lebih banyak dari pada yang dikenakan sanksi.

“Mereka tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sebagai penyelenggara,” ujarnya.

Meski bersifat pasif, lanjut Heddy, DKPP juga berperan dalam melakukan pengawasan etika penyelenggara. Dalam setiap kesempatan, DKPP selalu mengingatkan penyelenggara untuk memegang teguh kode etik.

“Tidak benar juga DKPP disebut sebagai malaikat pencabut nyawa. Memang ada beberapa kita berhentikan tetap sebagai penyelenggara etika yang sangat berat,” tegas pria kelahiran Boyolali, Jawa Tengah ini.

Saat ini sanksi Pemberhentian Tetap diperberat dengan penambahan klausul ‘tidak layak menjadi penyelenggara pemilu’.

Penambahan pertimbangan tersebut atas pelanggaran yang dilakukan sangat berat serta berdampak pada penyelenggaraan pemilu dan lembaga marwah.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini