Beranda Berita Terkini Bawaslu: Psywar APK Berpotensi Pidana Pemilu

Bawaslu: Psywar APK Berpotensi Pidana Pemilu

Penertiban APK Oknum Caleg di Jalan Protokol Pekanbaru beberapa waktu lalu oleh Satpol PP Pekanbaru. (ANTARA/HO-Pemko Pekanbaru)

FTNews, Jakarta — Menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024 ‘psywar’ alat peraga kampanye (APK) semakin marak. Pemandangan tersebut bukan hanya terjadi di jalan-jalan utama atau protokoler, tapi juga di jalan-jalan atau gang-gang sekitar pemukinan penduduk.

Selain itu, psywar APK ini tidak hanya di kota-kota besar atau provinsi, melainkan juga terjadi di daerah ibukota madya dan kabupaten di Indonesia.

Bahkan, tidak hanya didominasi APK seperti bendera partai, tapi juga spanduk atau baliho, pamflet atau poster tiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Tentu saja isinya mengajak masyarakat memilih paslon dari tiga kandidat presiden dan wakil presiden.

Dalam terminologi komunikasi Psywar (Psychological Warfare) atau biasa disebut perang urat syaraf adalah suatu bentuk serangan propaganda yang dilancarkan dua atau lebih pihak yang saling bertentangan pendapat.

Salah satu batasan akademiknya adalah “suatu tindakan yang dilancarkan menggunakan cara-cara psikologi dengan tujuan membangkitkan reaksi psikologis yang telah terancang terhadap orang lain”.

Psywar salah satu strategi yang sering digunakan dalam peperangan. Berbeda dengan perang-perang konvensional yang bermodalkan senjata atau berbagai peralatan fisik lainnya untuk mengalahkan musuh. Psywar memanfaatkan sisi psikologis dan pemikiran lawan agar bisa dipecah konsentrasinya.

Praktis dalam realitasnya di lapangan, penggunaan simbol-simbol atau semiotik yang kuat dirancang betul, termasuk penggunaan warna misalnya agar menarik eye catching publik, APK yang diproduksi juga dimaksudkan bisa menggaet publik.

Dibalik itu, pemilihan lokasi, media pemasangan dan strategi pemasangan APK pun dirancang betul. Yang namanya psywar komunikasi politik segala cara digunakan. Tentu saja dengan cara elegan dan taat aturan.

Sayangnya, di tataran grassroot fenomena politik praktis tersebut seringkali berubah menjadi keluar dari moral etik sehingga banyak terjadi pelangggaran.

Keluar dari moral etik

Seperti yang belakangan kita dengar ada APK dari satu partai atau paslon presiden atau wakil presiden yang dicopot, entah siapa palakunya. Jelas ini termasuk pelanggaran. Bahkan, ada kasus pencopotan APK yang dilakukan aparat penegak hukum. Terlepas dari benar tidaknya yang pasti itu terjadi.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkapkan perusakan alat peraga kampanye (APK) menjadi tren pelanggaran kampanye. Bukan karena tidak sesuai dengan aturan yang sudah disepakati atau diundangkan, tapi juga oleh oknum antar pendukung partai atau koalisi pengusung paslon tertentu.

Komisiner Bawaslu Lolly Suhenty pun mengingatkan agar semua pihak, baik peserta pemilu maupun masyarakat, tidak melakukan perusakan APK. Sebab, perusakan APK adalah pidana pemilu.
“Potensinya pidana pemilu,” tegas Lolly di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (19/12).

Lolly menyatakan Undang Undang Pemilu memang tidak mengatur perusakan yang dilakukan oleh masyarakat. Namun, masyarakat yang merusak APK dapat dipidana melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Berdasarkan olah data hasil penyelesaian sengketa pemilu, Lolly menyebut terdapat 13 permohonan sengketa proses terkait APK antarpeserta pemilu. Sengketa itu terjadi di enam provinsi.

Lolly mengatakan perusakan APK itu di antaranya penutupan APK satu caleg oleh caleg lain. Perusakan APK itu terjadi di di Makassar, Sulawesi Selatan; Semarang, Jawa Tengah; Blitar, Jawa Timur; dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Selain itu, terdapat aduan penutupan APK caleg oleh APK capres dan cawapres. Laporan itu berasal dari Sukoharjo, Jawa Tengah. Ada pula penutupan APK dengan stiker di Makassar, Sulawesi dan Purworejo, Jawa Tengah.

Bawaslu juga mengungkap ada sengketa soal penempelan tiang bendera partai peserta pemilu pada tiang bendera partai peserta pemilu lain di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Selain perusakan APK, Bawaslu juga melihat pelanggaran siber bakal menjadi tren sampai akhir masa kampanye Pemilu 2024.

Lolly mengatakan hingga saat ini ada 126 pelanggaran konten internet terkait pemilu yang berasal dari patroli pengawasan siber, penelusuran intelijen Bawaslu, dan aduan masyarakat.

Konten SARA

Dari jumlah itu, ujaran kebencian menjadi yang terbanyak dengan total 124 konten. Ditemukan juga satu konten merupakan berita bohong atau hoaks dan satu konten lainnya politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

“Angka 126 ini yang kemudian dinyatakan oleh Bawaslu melanggar, sehingga kemudian kita koordinasi ke Kominfo untuk dilakukan take down cepat,” tandas Lolly.

Secara keseluruhan, Bawaslu telah menangani 70 perkara terkait dugaan pelanggaran selama masa kampanye Pemilu 2024.

Komisioner Bawaslu Puadi menyebut hanya 26 dari 70 perkara yang diregistrasi dan ditindaklanjuti oleh Bawaslu, sedangkan empat lainnya masih dalam proses kajian awal dan perbaikan.

Bawaslu telah mengeluarkan sebanyak 76.225 aktivitas pencegahan sejak Januari 2023 hingga Rabu, (13/2/2023). Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menjelaskan aktivitas pencegahan tersebut telah dilakuan Bawaslu seluruh Indonesia dan terekam datanya di Bawaslu RI.

“Pencegahan ada di seluruh tahapan pastikan semuanya terekap. Pastikan upaya pencegahan itu dilakukan terus menerus,” ujarnya saat Rapat Konsolidasi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, Hubungan Antar Lembaga dalam Pengawasan Kampanye dan Persiapan Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Tahun 2024, Rabu (13/12/2023) malam.

Selain itu, Lolly juga mendorong seluruh jajaran mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk menjadi pemantau pemilu. Pasalnya, kata dia, dalam indeks demokrasi pemantau pemilu merupakan kekuatan dalam demokrasi.

Apalagi, kata dia, keberadaan pemantau pemilu dapat membantu Bawaslu dalam bekerja. Hingga saat ini, tutur dia, sebanyak 90 pemantau pemilu yang telah mendaftar ke Bawaslu RI. Bawaslu masih punya waktu untuk mendorong sebanyak-banyaknya orang untuk menjadi pemantau pemilu.

“Pada Pemilu 2019, Pemantau Pemilu yang terakreditasi di nasional sebanyak 134 dan rata-rata mendaftar di ujung. Hari ini masih 62 hari lagi baru, 90 pemantau yang mendaftar, yuk genjot lagi agar semakin banyak pemantau pemilu yang mendaftar,” ujarnya.

Tidak hanya pemantau pemilu, Bawaslu berharap, seluruh jajaran mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi Pemilu 2024 mendatang.

Bawaslu Provinsi Banten, misalnya, mencatat 12.911 Alat Peraga Kampanye (APK) di wilayah setempat, dipasang tidak sesuai ketentuan selama dua pekan pengawasan atau sejak kampanye Pemilu 2024 dimulai pada 28 November lalu.

“Kami juga melakukan pencegahan pelanggaran kampanye sebanyak 1.185 pencegahan selama berlangsungnya kampanye,” kata Ketua Bawaslu Provinsi Banten Ali Faisal dalam rapat kordinasi pengawasan Pemilu 2024 di Serang, Rabu.

Menurut dia, pemasangan APK yang tidak sesuai ketentuan tersebut berada di Kota Serang sebanyak 890 APK, Tangerang 8.485 APK, Kabupaten Serang 3.350 APK dan Kabupaten Pandeglang sebanyak 186 APK.

Bawaslu Banten diantaranya menyampaikan himbauan tertulis kepada peserta pemilu untuk melakukan penurunan (mandiri) terhadap APK yang melanggar SK KPU nomer 217 tahun 2023 tentang penetapan titik lokasi pemasangan alat peraga kampanye (APK) untuk pemilu 2024.

Standar ganda

Dalam penegakan hukum, termasuk dalam aturan main pemasangan APK pemilu 2024, baik untuk calon anggota legislatif DPRD II, DPRD I, DPR RI maupun DPD RI, dan Pilpres jangan lagi menerapkan standar ganda tatkala dalam memutus kasus atau perkara. Hukum harus ditegakkan tidak tajam ke bawah atau tumpul ke atas.

Namun tidak tebang pilih atau harus ditegakkan kepada semua pihak tanpa pandang bulu atau tedeng aling-aling, siapa bersalah harus dikenakan sanksi. Sehingga, publik tidak lagi berpikir yang justeru melecehkan aparat penegak hukum atau hukum yang berlaku itu sendiri.

Psywar yang dibangun baik itu caleg maupun tim sukses atau tim pemenangan atau kampanye nasional dalam mengusung caleg atau paslon presiden dan wakil presiden tidak mendatangkan sesuatu kasus negatif yang merugikan kedua belah pihak. Disinilah pentingnya, ketegasan dari aparat penegak hukum, termasuk penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Semoga Pemilu 2024 berjalan damai, jujur dan adil. Aamiiiin.*

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini