Beranda Berita Terkini Ahli PDIP: PPS dan PPK tak Berwenang Betulkan Formulir C Hasil dan...

Ahli PDIP: PPS dan PPK tak Berwenang Betulkan Formulir C Hasil dan Formulir C Hasil Salinan

Khairul Fahmi, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, sebagai Ahli dalam sidang PHPU Legislatif, Senin (3/6/2024)/foto: Humas MK

FTNews, Jakarta — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selaku Pemohon menghadirkan Khairul Fahmi, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, sebagai Ahli dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPRD Provinsi Sumatera Barat Daerah Pemilihan (Dapil) 4 untuk Perkara Nomor 116-01-03-03/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.

Dilansir mkri, Khairul mengatakan, Formulir Model C Hasil dan Formulir C Hasil Salinan sama sekali tidak dapat dibetulkan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sebagaimana ketentuan yang berlaku

“Sebab, hal demikian bukan menjadi ranah wewenang PPS atau PPK,” ujar Khairul di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK di hadapan Majelis Panel 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah pada Senin (3/6/2024).

Dia menjelaskan, C Hasil dan C Hasil Salinan merupakan formulir yang “diproduksi” oleh KPPS pada saat proses penghitungan suara, sehingga yang dapat membetulkannya hanya KPPS.

Pembetulan C Hasil dan C Hasil Salinan oleh KPPS pun hanya dapat ia lakukan pada saat proses penghitungan, dan tidak lagi dapat dilakukan pada saat proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Sebab, proses pembetulan Formulir C Hasil dan Formulir C. Hasil Salinan dilakukan dalam rapat penghitungan suara dan rapat itu sudah selesai di tingkat TPS.

C Hasil, lanjutnya, merupakan data primer yang akan menjadi rujukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul selama proses rekapitulasi berlangsung. Bahkan juga menjadi rujukan utama dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi. Jika terhadap C Hasil dilakukan pembetulan maka data primer hasil penghitungan suara sudah tidak ada lagi.

Dengan demikian, kata Khairul, formulir model C Hasil dan C Hasil Salinan merupakan basis data bagi PPK dalam melakukan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Apabila terjadi perbedaan data hasil pencocokan dalam rangka melakukan rekapitulasi di tingkat kecamatan, maka data yang digunakan sebagai rujukan dalam melakukan pembetulan adalah data pada formulir model C Hasil.

Dengan demikian, kata dia, tentunya tidak boleh ada ruang atau kesempatan melakukan pembetulan formulir model C Hasil di tingkat PPK.

Jika terjadi kondisi masih terdapat perbedaan data berupa perbedaan jumlah suara yang tidak dapat diselesikan setelah pencocokan data, maka PPK mengambil langkah untuk melakukan penghitungan ulang. Proses pelaksanaan penghitungan ulang itu pun mesti dicatat PPK dalam formulir model D Kejadian Khusus.

Dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024, pembetulan dapat dilakukan di tingkat kecamatan, hanya saja, pembetulan dilakukan terhadap formulir model D Hasil Kecamatan yang masih terdapat kesalahan di dalamnya berdasarkan hasil pemeriksaan dan pencermatan kembali setelah PPK mencetak formulir dimaksud.

Pembetulan D Hasil Kecamatan dilakukan sebelum ditandatangani anggota PPK dan saksi-saksi yang hadir. Jika setelah formulir hasil rekapitulasi ditandatangani, tetapi masih terdapat keberatan dari saksi atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan, maka tetap terbuka kesempatan melakukan pembetulan sepanjang keberatan dapat diterima.

Sementara, lanjut Khairul, terdapat beberapa fakta hukum terkait proses pembetulan yang di lakukan di tingkat kecamatan sebagaimana jawaban Termohon (KPU) dalam perselisihan hadil dalam perkara ini yaitu adanya pelaksanaan penghitungan ulang di tingkat kecamatan, pembetulan atau renvoi terhadap Formulir C Hasil, dan Formulir C Hasil Salinan.

Pelaksanaan penghitungan ulang untuk menyelesaikan ketidakcocokan atau ketidaksesuaian data hasil perolehan suara merupakan tindakan yang sah dan dapat dibenarkan dalam rangka menyelesaikan persoalan yang terjadi berkenaan dengan pencatatan perolehan suara.

Karena itu, penghitungan ulang dalam proses rekapitulasi di tingkat kecamatan merupakan tindak lanjut yang sesuai dengan ketentuan dan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) maupun Peraturan KPU.

Hanya saja, hasil penghitungan ulang seharusnya tidak dimuat dalam formulir C Hasil dengan cara melakukan renvoi, melainkan dengan menuangkan hasil penghitungan ulang dalam formulir C Hasil tersendiri.

Bertentangan dengan UU

Sesuai Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024, proses pembetulan terhadap hasil penghitungan yang dituangkan dalam formulir C. Hasil dan C. Hasil Salinan dilakukan pada saat penghitungan suara di TPS oleh KPPS. Dengan dilakukannya pembetulan terhadap C.

Hasil pada saat proses rekapitulasi di tingkat kecamatan (bila itu dilakukan oleh PPK), maka tindakan tersebut jelas tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan KPU.

“Oleh karenanya, pembetulan tersebut dapat dikualifisir sebagai tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan suara hasil Pemilu, khususnya prinsip kepastian hukum, tertib penyelenggara Pemilu dan prinsip akuntabilitas proses rekapitulasi perolehan suara,” kata Khairul.

Pada saat bersamaan, dengan dilakukannya pembetulan terhadap C Hasil, maka muncul dampak hukum berupa hilangnya keotentikan formulir C Hasil. Formulir C Hasil harusnya dibiarkan menjadi dokumen yang apa adanya sesuai dengan yang diterima dari KPPS, dan tidak diperkenankan untuk diubah pada saat proses rekapitulasi hasil di tingkat mana pun.

“Jika pun terdapat kesalahan pada Model C Hasil, maka pembetulan di tingkat kecamatan cukup hanya dilakukan melalui formulir D Hasil yang menjadi wewenang PPK untuk mengisi dan mengesahkannya”

“Sementara C Hasil tetap dibiarkan begitu saja sesuai aslinya. Sebab, dengan cara itulah keautentikan formulir C Hasil itu dapat dijaga,” ucap Khairul.

Kejanggalan-kejanggalan

Dalam permohonannya, PDIP mendalilkan adanya kejanggalan serta perbedaan antara C Hasil TPS dan D Hasil Kecamatan maupun Kabupaten sampai ke jenjang D Hasil Provinsi dan D Hasil Nasional. Melalui saksi mandat PDIP yang ditugaskan, Pemohon telah mengajukan D Keberatan pada rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten/kota Pasaman Barat.

Pemohon menyandingkan selisih perolehan suara PDIP dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berdasarkan C Hasil Salinan dan D Hasil pada dapil Sumatera Barat 4. Pemohon mendalilkan terjadi penambahan perolehan suara PKB di sejumlah TPS di Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pasaman. Sebaliknya, terjadi pengurangan perolehan suara PDIP di beberapa TPS di kedua kabupaten tersebut.

Menurut Pemohon, terdapat pengurangan 66 suara milik PDIP (C Hasil: 27.379 D Hasil: 27.313), sedangkan perolehan PKB bertambah sebanyak 95 suara (C Hasil: 27.231 D Hasil: 27.326). Kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan KPU selaku Termohon telah mempengaruhi dan merugikan suara sah Pemohon karenanya Pemohon telah membuat pengaduan pelanggaran di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Hal tersebut mengakibatkan Pemohon berada pada urutan ke-10 dari sembilan kursi di bawah PKB dengan selisih 13 suara. Dengan demikian, dalam petitumnya, selain meminta Mahkamah membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024, Pemohon juga meminta Mahkamah menetapkan hasil perolehan suara pemilihan umum anggota DPRD Tahun 2024 Dapil Provinsi Sumatera Barat 4 yang benar berdasarkan dari C Salinan Pemohon dengan rincian total suara PDIP berjumlah 27.379 suara.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini