Beranda Berita Terkini Pakar Nilai Prabowo-Yusril bak Soekarno-Hatta

Pakar Nilai Prabowo-Yusril bak Soekarno-Hatta

Istimewa

ftnews.co.id, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid menilai sosok Yusril Ihza Mahendra dinilai sangat tepat sebagai pasangan bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto. Keduanya seperti dwitunggal Soekarno-Hatta.

Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa jabatan presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan pasangan presiden dan wakil presiden. “Keduanya adalah dwitunggal atau satu kesatuan lembaga kepresidenan,” ujar Fahri dalam diskusi politik di Jakarta, seperti dikutip Kamis (5/10/2023).

Secara doktriner, kata Fahri, meski merupakan satu kesatuan institusi kepresidenan, presiden dan wakil presiden adalah lingkungan jabatan konstitusional yang terpisah. Artinya, di satu sisi presiden dan wakilnya merupakan satu kesatuan kelembagaan. Di sisi lain, keduanya adalah dua organ konstitusional yang berbeda, sehingga harus dibedakan satu sama lain.

Menurut Fahri, tugas wapres membantu presiden berbeda dengan fungsi para menteri yang menurut UUD 1945 adalah pembantu presiden.

“Secara konseptual, bantuan wakil presiden kedudukan hukumnya tentu lebih tinggi dan komprehensif dibanding dengan para menteri negara, bantuan wakil presiden adalah sebuah ‘intention constitution,” papar Fahri.

Menurut Fahri, wapres memiliki peran aktual dalam menata dan mengelola negara secara benar sesuai sumpah jabatan, yakni memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan baik dan adil, memegang teguh UUD 1945, menjalankan segala undang-undang dan peraturannya, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

Fahri menilai, sosok Yusril Ihza Mahendra memenuhi kriteria itu. Sebagai teknokrat Yusril dapat memainkan peran konstitusional sebagai wakil presiden dengan baik.

Fahri mengatakan, kriteria yang harus dipakai sebagai patokan penentuan cawapres adalah kebutuhan negara saat ini, yakni figur yang dapat memainkan peran-peran konstruktif dalam menata negara, agar konsolidasi demokrasi tetap berada pada rel yang benar.

“Bukan kebutuhan elektoral atau elektoralisme semata yang hanya berorientasi pada kepentingan menang-kalah dalam pemilu,” kata Fahri.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini