Beranda Berita Terkini Ketua MK Suhartoyo Akui Awalnya MK tak Berwenang Tangani Sengketa Pilkada

Ketua MK Suhartoyo Akui Awalnya MK tak Berwenang Tangani Sengketa Pilkada

Ketua MK Suhartoyo (kiri) dan Wakil Ketua MK Saldi Isra saat diwawancara oleh awak media di depan Ruang Media Center MK, Kamis (21/3/2024)/Foto: Humas MK

FTNews, Lampung— Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengatakan, menangani sengketa Pilkada bukan merupakan kewenangan MK yang diturunkan dari konstitusi.

Menurutnya, yang original diturunkan oleh konstitusi yang pertama menguji UU terhadap UUD, kemudian berkaitan dengan sengketa kewenangan lembaga negara, ketiga berkaitan dengan pembubaran partai politik, keempat berkaitan dengan PHPU.

Hal itu dijelaskan Suhartoyo yang menjadi narasumber Seminar Nasional Potensi Sengketa dan Tantangan dalam Menghadapi Pilkada Serentak Tahun 2024 di Ruang Auditorium Prof. Abdulkadir Muhammad, Fakultas Hukum Universitas Lampung, baru-baru ini.

Menurut Suhartoyo, original kewenangan MK diturunkan dari Pasal 24C UUD 1945, UU MK, UU Kekuasaan Kehakiman, UU tentang Pembentukan Perundang-undangan.

Sedangkan kewenangan MK dalam mengadili sengketa, Suhartoyo menyebut, sebenarnya hanya diturunkan dari UU 10/2016 pada pasal 157 ayat 3 Tahun 2016 hingga dibentuknya peradilan khusus tentang Pemilu.

“Ketika permohonan itu diajukan sekitar 2022-2023 kemarin, pembentuk undang-undang memang belum ada tanda-tanda peradilan khusus itu, sedangkan Pilkada serentak sudah sebentar lagi. Oleh karena itu, MK kemudian mengabulkan permohonan itu melalui putusan 85 Tahun 2022 itu dengan mempermanenkan kewenangan MK itu dalam menanggani sengketa Pilkada,” jelasnya.

Suhartoyo menegaskan, hal tersebut merupakan kebutuhan untuk antisipasi jalannya Pemilu dan Pilkada ke depan. Jikalau pun peradilan Pemilu itu terbentuk, ia meragukan keberadaan peradilan tersebut akan berada di kekuasaan kehakiman yang mana, karena kekuasaan kehakiman hanya dua, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan MK.

Kewenangan menangani sengketa Pilkada semula memang terdapat di MA. Entah alasan apa, semacam menyerahkan kewenangan pembentuk UU untuk dipindahkan ke MK.

Oleh karena itu, lanjutnya, pembentuk UU diakomodir, tetapi hanya sampai dibentuknya peradilan khusus. Namun hingga adanya pasal 157 tersebut belum terbentuk peradilan khusus.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini