Beranda Berita Terkini Ketika Dinasti Politik Dianggap Biasa Saja

Ketika Dinasti Politik Dianggap Biasa Saja

Ilustrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang diikuti tiga peserta. ANTARA/Ilustrator/Kliwon

ftnews.co.id, Jakarta – Sungguh mengejutkan ketika sebagian besar publik menilai politik dinasti itu biasa saja. Namun itulah fakta dari hasil survei yang dirilis Lembaga Riset Indikator Politik Indonesia belum lama ini.

Isu politik dinasti muncul terkait dampak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka peluang Gibran Rakabuming Raka dicalonkan sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto.

“Artinya masyarakat (42,9 persen) cenderung permisif atau toleran terhadap politik dinasti,” ujar Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat merilis hasil survei bertajuk “Efek Gibran dan Dinamika Elektoral Terkini” secara virtual, Minggu (12/11/2023).

Bahkan, kata Burhanuddin, publik yang merasa sangat khawatir adanya politik dinasti trennya menurun. Jika pada 16-20 Oktober publik yang sangat khawatir mencapai 14,6 persen. Sedangkan pada periode 27 Oktober – 1 November 2023 hanya 10,2 persen yang merasa sangat khawatir.

“Saya yang termasuk kaget juga. Saya pikir ini isu yang menarik perhatian. Tapi ternyata publik kita tidak terlalu memusingkan (politik dinasti),” jelas Burhanuddin.

Survei juga menemukan, sebagian masyarakat (52,6 persen) menganggap politik dinasti tidak menjadi persoalan selama masih melalui proses pemilu secara langsung oleh rakyat. Sedangkan 36,3 persen masyarakat menilai politik dinasti menghambat demokrasi di Indonesia meski dipilih langsung oleh rakyat.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Politik Universitas Muhamadiya Jakarta Dr. Lusi Andriyani, M.Si., mengatakan, ada dua konteks berbeda yang harus dipahami ketika membahas isu tersebut, yaitu politik dinasti atau dinasti politik.

Menurut Lusi, politik dinasti adalah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait hubungan keluarga, misalnya ayahnya mewarisi kekuasannya kepada anaknya. Sistem seperti ini lazim digunakan negara yang menganut sebuah sistem monarki.

Sedangkan dinasti politik, yang dengan sengaja dikonstruksi bahwa kekuasaan hanya boleh dikuasai oleh satu keluarga saja. “Dinasti politik memiliki dampak negatif bagi demokrasi tanah Air. Karena politik semacam ini dengan sengaja mengutamakan kepentingan kelompoknya,” ujar Lusi.

Menurut Lusi, memang yang lebih terasa dampak negatifnya adalah dinasti politik. Karena ada upaya dengan sengaja merekonstruksi kondisi keluarganya untuk ditempatkan ke dalam kekuasaan tertentu, untuk kepentingan kelompoknya.

Lusi mengatakan, dinasti politik atau pun politik dinasti sama-sama melakukan regenerasi dan reproduksi. Regenerasi itu diperbolehkan ketika seorang anak kelak diarahkan ke kompetensi yang sama.

“Tetapi, kalau mereproduksi itu ada kesan memaksakan, ketika satu keluarga tidak memiliki kompetensi yang sesuai hanya untuk melanggengkan kekuasaan,” tukas Lusi seperti dikutip https://umj.ac.id/ .

Menurut Dosen UMJ yang juga pengamat politik lokal ini, dinasti politik merupakan praktik yang tidak sehat bagi demokrasi. Karena memperkecil peluang orang-orang potensial non-dinasti duduk di kursi pemerintahan.

“Di ruang demokrasi sesuatu kewajaran tanpa ada aturan main itu akan merusak. Kedua hal ini akan mempersempit ruang masyarakat umum yang memang mempunyai kompetensi di atas mereka untuk muncul sehingga tidak bisa bersaing.

Ketika dinasti politik di create, entah itu potensial atau dipaksakan keduanya sama-sama dibentuk. “Kalau sudah seperti itu akan ada upaya untuk harus jadi, mereka akan menggerakan semua kekuatannya, masyarakat umum akhirnya tidak ada ruang lagi,” ungkap Lusi.

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengungkap politik dinasti dapat merusak demokrasi. Karena kontrol terhadap kekuasaan akan melemah apabila relasi-relasi kekerabatan itu ada dalam institusi-institusi politik.

“Karena yang satu akan permisif pada institusi, atau bahkan membukakan jalan kerabatnya yang menduduki jabatan tertentu,” kata Bivitri dalam diskusi publik yang bertajuk Dinasti Politik Jokowi di UIN, Jakarta, Rabu (4/10/2023).

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai adik ipar Jokowi, yaitu Anwar Usman, misalnya. Menurut Bivitri, jika bicara etik seharusnya Ketua MK (Anwar Usman) mundur. Karena ada benturan kepentingan.

Bivitri mengatakan, bahaya lain dinasti politik juga membuat konsentrasi kekuasaan hanya tersebar di beberapa titik. Kekuasaan akhirnya hanya dimiliki lingkaran orang-orang yang sama.

“Akibatnya demokrasi kita tidak substantif, semua prosedural belaka. Dan ini sekarang yang sedang terjadi,” tukasnya.

Sementara itu, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim mengatakan, politik dinasti terjadi ketika kesempatan dan pengalaman langsung untuk mempelajari politik dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat. Khususnya mereka yang memang punya garis keturunan sebagai seorang politisi.

Menurut Gaffar, politik dinasti merupakan sebuah privilege. Namun fenomena tersebut umum ditemui di banyak negara dan era, termasuk di negara maju.

“Persoalannya bukan politik dinasti, tapi bagaimana politik dinasti dimungkinkan untuk berlangsung. Di negara maju ini bisa berjalan tanpa ada rekayasa, di Indonesia ini agak kurang sehat,” jelas Gaffar.

Ironisnya, dinasti politik tidak dipahami sebagian besar masyarakat kita. Apakah dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia tidak ada yang memiliki putra-putra terbaik yang memiliki kapabiltas menjadi wakil presiden? Dan lagi-lagi ironis mengingat calon pemimpin bangsa hanya ditentukan elit kekuasaan melalui partai politik. Sedangkan calon independen yang memiliki kapabiltas belum mendapat ruang dalam tatanan demokrasi di tingkat nasional.

Kini Gibran Rakabuming Raka resmi sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo dari Koalisi Indonesia Bersatu yang bertarung di Pilpres 2024. Siapa yang bakal menjadi kursi RI satu? Akankah dinasti politik yang akan memimpin negeri ini? Mari kita sama-sama nantikan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini