Beranda Berita Terkini Dinasti Politik, Antara Bias Demokrasi dan Kesempatan

Dinasti Politik, Antara Bias Demokrasi dan Kesempatan

(Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto/foto: Jay, Humas Setkab)

ftnews.co.id, Jakarta — Dinasti politik saat ini menjadi isu seksi
yang ramai diperbincangkan. Itu terjadi saat Gibran Rakabuming Raka
digadang-gadang menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan calon presiden
Prabowo Subianto.

Isu serupa muncul sekitar 2-3 tahun ketika Gibran mencalonkan diri
menjadi Wali Kota Solo dan Bobby Nasution mencalonkan diri menjadi
Wali Kota Medan.

Belakangan ini, Kaesang Pangarep, yang dalam waktu singkat tiba-tiba
didaulat menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang
ingin maju menjadi Wali Kota Depok.

Sorotan pun tertuju kepada Presiden Joko Widodo karena baik Gibran
maupun Bobby bahkan Kaesang anak dan anak menantu putra istana
yang sedang berkuasa.

Tudingan dinasti politik yang dibangun Jokowi pun sangat beragam dan
semakin tajam. Terlebih lagi, Gibran lolos dari ‘tragedi’ cawe-cawe
Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, secara resmi, Senin (13/11/2023) Gibran
yang berpasangan dengan Prabowo menjadi salah satu konstestan
Pilpres 2024.

Presiden Jokowi tak mau berkomentar soal naiknya Gibran
Rakabuming Raka dalam bursa cawapres. “Orang tua itu tugasnya hanya
mendoakan dan merestui keputusan (Gibran) semuanya. Karena sudah
dewasa ya jangan terlalu mencampuri urusan,” kata Presiden Jokowi,
dikutip Antara.

Pernyataan Jokowi tersebut jelas-jelas salah satu tanda melanggengkan
dinasti kekuasaan. Wajar bila banyak pihak termasuk para ahli baik
hukum tata negara maupun politik menyoroti tajam ‘ulah’ warga Istana
tersebut.

Ironisnya lagi, survei Indikator Politik Indonesia pada 27 Oktober hingga
1 November 2023 menunjukkan mayoritas publik (52,6 persen) meyakini
politik dinasti tidak menghambat demokrasi asal tetap dipilih langsung
oleh rakyat. Artinya, toleransi terhadap politik dinasti menguat.

Jadi, tak heran bila sejumlah elite politik bahkan orang nomor satu di
Indonesia sekalipun membela pandangan mayoritas masyarakat ini.
Jokowi seakan sudah yakin masyarakat banyak tidak akan
mempersoalkan dinasti politik yang dibangun dirinya.

Dalam puasaran dinasti politik, sebenarnya, kata pengamat politik
Universitas Airlangga, Kalimah Wasis Lestari manipulasi politik juga
dapat terjadi. Manipulasi politik dapat memperbesar peluang hingga
menjamin kemenangan dari dinasti tersebut.

Beragam cara dapat dilakukan, seperti memesan posisi menjadi
kandidat kepada partai politik hingga pembelian suara yang dilakukan
dengan cara yang halus.

Yang jelas esensi demokrasi itu rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi. Oleh karena itu, pemilu dibentuk sebagai sarana terjadi
pergantian kepemimpinan, termasuk untuk mencegah kelompok kecil
yang memiliki kuasa besar.

Sebenarnya, Partai Politik (Parpol) sebagai pintu masuk dalam pemilihan
harusnya memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi itu sendiri,
salah satunya mencegah dinasti politik tersebut.

Seharusnya Parpol diharapkan mampu bertingkah objektif sesuai
kapabilitas ketika memilih kandidat, bukan melihat popularitas dan
koneksi kepada penguasa.

Mengutip pendapat peneliti Pusat Riset Politik dan Inovasi Nasional,
Firman Noor, ada tiga syarat demokrasi. Pertama, supremasi hukum.
Pencalonan capres-cawapres tidak bisa menabrak atau mengakali
hukum.

Kedua, partisipasi yang maksimal. Meski konstitusi mengamanatkan
partai politik sebagai lembaga yang berhak mencalonkan capres-
cawapres, namun harus tetap melalui partisipasi bermakna.

Ketiga, demokrasi selalu rasional. Oleh sebab itu, setiap putusan politik
harus melalui pertimbangan pragmatis-rasional bukan pertimbangan
primordial seperti alasan kekeluargaan. Jika ketiga prasyarat itu sudah
terpenuhi dari hulu maka pencalonan capres-cawapres bisa dikatakan
demokratis.

Hukum tata negara Indonesia memang tidak mengatur dinasti politik.
Jadi, sebenarnya wajar-wajar saja. Bahkan, hal ini pernah terjadi saat
Orde Baru dan dinasti politik Gubenur Atut Chosiyah. Kasus dinasti
politik Atut terungkap saat Tubagus Chaeri Wardhana, adiknya terlibat masus suap
Pilkada Lebak.

Dinasti politik idenik dengan melanggengkan kekuasaan atau boleh disbut estapet kepemimpinan dalam keluarga atau orang-orang terdekat.

Dengan begitu, secara kasat mata Jokowi secara pratis sudah membuat dinasti politik dengan resminya putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Prabowo Subianto.

Kembali hal itu sah-sah saja dan wajar-wajar saja. Namun kalau kita kembali kepada semangat reformasi dimana para tokoh, mahasiswa dan masyarakat negeri ini ‘menumbangkan orde baru’ tidak lain karena tidak ingin negara ini menjadi atau dimiliki segelintir orang, keluarga atau koleganya semata.

Disisi lain, di saat-saat negara yang membantang dari Sabang sampai Merauke yang lagi getol-getolnya mengembangkan dan menghidupkan demokrasi dengan adanya dinasti politik menjadi mandul alias merusak benih demokrasi yang sedang tumbuh dan berkembang. Inilah yang membuat dan menjadi sorotan yang menimbulkan pro-kontra.

Jadi, alangkah tidak berlebihan manakala sejumlah pihak menyinggung permasalahan etika politik. Dinasti politik yang sangat kental dengan feodalisme seharusnya tidak ada di dalam kultur demokrasi. Apalagi, Gibran bisa maju lewat putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK).

Bukanlah dinasti politik itu dilarang, akan tetapi bila kita sadar bahwa hal itu banyak mudharatnya tentu saja bertentangan etika politik. Sangatlah wajar bila masyarakat ‘marah’ karena melecehkan demokrasi.

Yang jelas dinasti politik muncul karena hukum alam yaitu kondisi dan ada kesempatan. Semua itu bisa saja terjadi kepada tokoh-tokoh atau senior-senior politikus yang ada. Sebagaimana Allah takdirkan hati manusia itu selalu bolak-balik dari baik ke buruk dan seterusnya. Hari ini mengatakan tidak, besok lain lagi.

Terpenting, menang atau kalah tiga kontestasn calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024, tunggu tanggal mainnya 14 Februari 2024. Mari kita buktikan, siapa yang terbaik menjadi pemimpin masa depan bangsa ini.*

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini