Beranda Berita Terkini Akademisi: Penurunan ‘Political Efficacy’ Perlu Diwaspadai

Akademisi: Penurunan ‘Political Efficacy’ Perlu Diwaspadai

Tangkapan layar Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina Putut Widjanarko dalam diskusi yang dipantau di Jakarta, Minggu (29/10/2023). (ANTARA/Sanya Dinda)

ftnews.co.id, Jakarta— Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina Putut Widjanarko mengatakan perlu diwaspadai terjadinya penurunan political efficacy usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres).

Penurunan political efficacy artinya penurunan persepsi individu tentang kemampuannya untuk memengaruhi proses politik dan kebijakan publik.

“Karena apa pun yang dilakukan, ternyata tidak memberi hasil sesuai yang disepakati bersama, karena ternyata ada orang yang bisa mengubah peraturannya,” kata Putut dalam diskusi virtual bertajuk “Polemik Putusan MK dan Dinamika Pilpres 2024” dipantau di Jakarta, Minggu (29/10/2023).

Dilansir Antara, Putut menilai, penurunan political efficacy terutama terjadi pada kelompok masyarakat kelas menengah yang cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kondisi di sekitarnya.

“Kalaupun cuma kelas menengah yang political erfficacy-nya menurun, tapi ini bahaya juga. Karena bagaimanapun kelas menengah kan jumlahnya semakin besar,” kata Putut menambahkan.

Ia menilai terpilihnya Joko Widodo atau Jokowi pada 2014 sebagai Presiden meningkatkan political efficacy masyarakat sipil karena Jokowi yang bukan keturunan presiden atau tokoh militer bisa menjadi presiden.

“Saat itu kan volunterisme luar biasa. Orang berduyun-duyun mendukung. Salah satu yang paling dilihat saat itu bahwa kita semua, tetangga kita yang orang biasa, bisa menjadi presiden,” ucap Putut.

Adapun penurunan political efficacy dapat membuat masyarakat yang selama ini turut dalam berjalannya negara, misalnya dengan membayar pajak, menjadi lebih abai pada kewajibannya.

Sebelumnya, MK membuat Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah persyaratan capres dan cawapres yang tertuang dalam Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal tersebut kini berbunyi Capres dan Cawapres “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Pandangan Masyarakat

Di bagian lain, Putut juga menyinggung dengan putusan MK yang menurutnya, tidak semua masyarakat mempersoalkan secara keseluruhan putusan MK terkait batas usia Capres dan Cawapres.

“Sebagian orang tidak mempermasalahkan substansi putusan MK yang membuat masyarakat berusia 35 tahun bisa menjadi bakal Capres atau Cawapres. Tapi yang jadi masalah adalah caranya, kenapa diputuskan sekarang,” ujar Putut.

Sementara itu, ada pula masyarakat yang tidak sepakat dengan putusan MK karena sudah memiliki sentimen negatif terhadap satu tokoh politik tertentu.

“Itu harus dibedakan dengan orang yang merasa secara politik jalannya menjadi terhambat karena adanya putusan ini,” katanya.

Menurutnya, dengan memahami spektrum pendapat masyarakat terhadap suatu peristiwa, misalnya terhadap putusan MK terkait batas usia Capres dan Cawapres, polarisasi dapat dihindari.

“Kalau kita mengenali bahwa pandangan masyarakat ada spektrumnya, kita tidak gebyah uyah, tidak memasukkan satu orang ke dalam satu kategori besar yang berpotensi menimbulkan polarisasi,” katanya.

Potensi konflik di antara masyarakat pun dapat diperkecil dengan tidak adanya polarisasi yang terlalu tajam di antara masyarakat.

Ia mencontohkan saat pemilihan umum (Pemilu) 2019 masyarakat pendukung kedua Capres terbagi ke kelompok yang disebut “cebong” dan “kampret” yang sering bertengkar.

“Kalau kamu tidak setuju sama saya, kamu dianggap cebong, dan sebaliknya. Ini akan membentuk polarisasi, padahal pendapat pendukung seorang Capres pasti bervariasi. Semakin kita lihat spektrum atau variasi itu, kita akan semakin bisa mencari jalan tengah,” terangnya.***

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini