Beranda Berita Terkini Presidential Threshold, Makna dan Kepastian Hukum

Presidential Threshold, Makna dan Kepastian Hukum

Ilustrasi/sumber: Perludem

FTNews, Jakarta — Setiap menjelang pemilihan umum (pemilu) isu Presidential Threshold selalu ramai diperbincangkan. Apalagi, belakangan ini ada sejumlah partai baru yang mengadu nasib lolos ke parlemen.

Begitu pula dengan pelaksanaan pemilu, khususnya saat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Presidential Threshold?

Presidential threshold ialah ambang batas suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu gelaran pemilu untuk bisa mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Hal itu diatur dalam Pasal 222 Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang berbunyi:.

‘Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya’.

Sebelum kita melanjutkan membahas Presidential Threshold lebih mendalam. Mari kita lihat sejarahnya munculnya Presidential Threshold.

20% suara 

Dalam sejarahnya, Presidential Threshold pertama kali diterapkan pada pemilu 2004. Saat itu, ambat batas yang ditetapkan dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden adalah 15% kursi DPR RI atau memperoleh 20% suara sah nasional dalam pemilu legislatif. Sejak diterapkan pada pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019 hanya terdapat dua partai yang berhasil lolos dalam Presidential Threshold.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2004, 2009, dan 2014 menggunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada hasil pemilihan legislatif yang telah dilaksanakan sebelumnya sebagai ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden karena pemilihan legislatif dilakukan sebelum pelaksanaan pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Karena pelaksanaan pemilihan Presiden dan pemilihan legislatif dilaksanakan secara serentak pada tahun 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Pada 2017, pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 — salah satu pasal yang pernah diajukan uji materi ke MK oleh Partai Islam Damai Aman (IDAMAN) yang diwakili oleh Ketua Umum Rhoma Irama dan Sekjen Ramdansyah.

Dalam putusan MK nomor 53/PUU-XV/2017 menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat Presidential Threshold (PT) adalah konstitusional.

MK menyimpulkan bahwa pokok permohonan pemohon (dalam hal ini Partai IDAMAN) sepanjang berkenaan dengan Pasal 222 UU Pemilu tidak beralasan menurut hukum.

Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa ketentuan yang termuat dalam Pasal 222 UU Pemilu (UU No 7 Tahun 2017) bersesuaian dengan gagasan penguatan sistem Presidensial yang menjadi desain konstitusional UUD 1945.

Dapat disimpulkan penerapan ambang batas ini bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Dengan begitu, sistem presidensial dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan diharapkan, dengan adanya Presidential Threshold jumlah peserta atau calon peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden akan dapat dikerucutkan.

Presidential Threshold tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mana Presidential Threshold merupakan syarat yang harus ada dan dipenuhi oleh seseorang yang hendak menjadi calon Presiden sebelum dipilih oleh rakyat merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam rangka mencari pemimpin yang baik.

Partai besar

Meski bertujuan baik, penerapan Presidential Threshold juga dianggap masalah besar dan berpotensi hanya menguntungkan partai besar dalam pemilu sebelumnya.

Sebab, mayoritas partai politik akan tetap membentuk koalisi untuk lebih memperkuat pondasi dalam pelaksanaan pemilu.

Presidential Threshold juga menimbulkan beberapa kejanggalan dan celah, salah satunya politik transaksional dan imbal balik dalam pembentukan koalisi sehingga akan berdampak pada kabinet.

Mahkamah Konstitusi telah pernah mengeluarkan keputusan yang memastikan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif. Hal ini akan membantu memastikan informasi yang akurat dan terkini saat memberikan suara dan bahwa hasil pemilu akurat dan adil.*

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini